PENDAHULUAN

Informasi Akuntansi dibutuhkan dalam pengambilan keputusan. Namun praktek akuntansi keuangan pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) masih rendah dan memiliki banyak kelemahan (Suhairi, 2004; Raharjo & Ali, 1993; Benjamin, 1990; Muntoro, 1990). Pihak bank dan fiskus seringkali mengeluhkan ketidakmampuan dan atau kelemahan-kelemahan UKM dalam menyusun laporan keuangan. Benjamin (1990) berpendapat bahwa kelemahan UKM dalam penyusunan laporan keuangan itu antara lain disebabkan rendahnya pendidikan dan kurangnya pemahamam terhadap Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Sedangkan Muntoro (1990) berpendapat bahwa rendahnya penyusunan laporan keuangan disebabkan karena tidak adanya peraturan yang mewajibkan penyusunan laporan keuangan bagi UKM.

Standar akuntansi keuangan yang dijadikan pedoman dalam penyusunan laporan keuangan harus diterapkan secara konsisten. Namun karena UKM memiliki berbagai keterbatasan, kewajiban seperti itu diduga dapat menimbulkan biaya yang lebih besar bagi UKM dibandingkan dengan manfaat yang dapat dihasilkan dari adanya informasi akuntansi tersebut (cost-effectiveness). Di samping itu, tersedianya informasi yang lebih akurat melalui informasi akuntansi yang dihasilkan diduga tidak mempengaruhi keputusan atas masalah yang dihadapi manajemen (relevance).

Studi awal yang dilakukan dengan jumlah responden yang terbatas, yaitu terhadap Akuntan Publik dan Akuntan yang bekerja sebagai analis kredit Bank di Sumatera Barat membuktikan bahwa SAK lebih relevance dan lebih cost-effectiveness bagi perusahaan besar dibandingkan UKM (Suhairi & Wahdini, 2006). Studi yang sama juga pernah dilakukan di beberapa negara, dan menyimpulkan bahwa Standar Akuntansi yang dijadikan pedoman dalam penyusunan laporan keuangan overload (memberatkan) bagi UKM (Williams, Chen, & Tearney, 1989; Knutson & Hendry, 1985; Nair & Rittenberg 1983; Wishon 1985). Hal ini telah mendorong komite Standar Akuntansi Internasional (The International Accounting Standards Board) untuk menyusun Standar Akuntansi Keuangan yang khusus bagi UKM (Satyo, 2005).

Sekalipun memberatkan, penelitian tentang jenis informasi akuntansi yang disajikan dan digunakan oleh perusahaan kecil di Australia mengungkapkan bahwa informasi akuntansi utama yang banyak disiapkan dan digunakan perusahaan kecil adalah informasi yang diharuskan menurut undang-undang (statutory), yaitu Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Laporan Arus Kas (Homes, 1986; Homes & Nicholls, 1989). Dalam penelitian ini juga terungkap bahwa sebahagian besar UKM yang menjadi responden tidak mampu menyiapkan sendiri informasi akuntansi yang diperlukannya, sehingga perusahaan meminta jasa Akuntan Publik (Homes & Nicholls, 1989).

Studi ini merupakan lanjutan dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Suhairi dan Wahdini (2006), dengan memperbanyak jumlah dan profesi responden dan juga lokasi penelitian, tidak hanya di Sumatera Barat tetapi juga di Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi responden terhadap relevance dan cost-effectiveness SAK bagi usaha besar dan UKM.

 

 

 

 

TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Pada dasarnya SAK yang dijadikan pedoman dalam penyajian laporan keuangan mengatur 2 (dua) hal, yaitu “standar pengukuran” dan “standar pengungkapan”. “Standar pengukuran” mengatur tentang bagaimana mengukur transaksi yang terjadi. “standar pengungkapan” mengatur tentang apa dan bagaimana suatu transaksi dan informasi keuangan harus diungkapkan supaya tidak menyesatkan bagi pemakai laporan keuangan.

Penelitian tentang overload SAK telah dilakukan di beberapa negara, antara lain dilakukan oleh Williams, Chen, dan Tearney (1989). Dalam penelitiannya Williams et al. (1989) menggunakan 4 “standar pengukuran” dan menyimpulkan (a) informasi akuntansi yang sesuai dengan SAK (Accrual Basis) tidak terlalu bermanfaat dan lebih mahal dibandingkan dengan informasi akuntansi berdasarkan Cash Basis, (b) “Standar pengukuran” untuk bunga bank selama masa konstruksi dan compensated absences kurang bermanfaat dibandingkan “standar pengukuran” untuk perjanjian sewa guna usaha dan pajak yang ditangguhkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Knutson, Dennis, dan Wichmann (1985) menyimpulkan “standar pengungkapan” lebih penting pada perusahaan publik daripada swasta, “standar pengungkapan” lebih penting pada perusahaan swasta besar daripada swasta kecil, dan “standar pengungkapan” tidak lebih penting pada perusahaan swasta besar daripada swasta kecil.

Penelitian yang dilakukan Nair dan Rittenberg (1983) menyimpulkan bahwa pihak Bank tidak melihat adanya perbedaan antara usaha besar dengan UKM. Akan tetapi Akuntan Publik dan manajer perusahaan mempercayai akan menimbulkan biaya yang lebih besar bagi UKM untuk mengikuti SAK. Sedangkan penelitian yang dilakukan Knutson dan Wichman (1985) menyimpulkan bahwa “standar pengungkapan” adalah lebih penting bagi usaha besar daripada UKM. Dengan demikian, “standar pengukuran” dan ”standar pengungkapan” yang sama tidak dapat diterapkan pada seluruh perusahaan, dan penerapan “standar pengukuran” dan “standar pengungkapan” yang sama akan memberatkan bagi UKM.

 

METODOLOGI PENELITIAN

Definisi UKM

Sampai saat ini definisi UKM belum disepakati oleh berbagai pihak yang terkait, misalkan kriteria yang digunakan bank adalah berdasarkan jumlah kredit yang diberikan dan Biro Pusat Statistik berdasarkan jumlah tenaga kerja. Oleh sebab itu, dalam Daftar Pertanyaan perlu dijelaskan tentang kriteria UKM yang digunakan. Klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Instruksi Presiden No. 10 tahun 1999 tentang pemberdayaan Usaha Menengah. Dalam Inpres tersebut ditetapkan bahwa suatu usaha digolongkan skala kecil dan menengah jika memiliki kekayaan bersih sama atau di bawah Rp 10 miliar.

 

Populasi dan Sampel

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa SAK memberatkan bagi UKM dibandingkan usaha besar. Pihak yang mempunyai kemampuan dalam menilai hal ini adalah seseorang yang memahami tentang akuntansi dan sering berhubungan atau membantu UKM dalam bidang akuntansi. Dari beberapa profesi akuntan, diduga yang paling tepat dijadikan responden penelitian adalah Akuntan Publik, Akuntan yang berprofesi sebagai analis kredit pada Bank, dan Akuntan yang bekerja sebagai Fiskus.

Penelitian ini dilaksanakan di Propinsi Sumatera Barat dan Jakarta. Pertimbangan yang digunakan untuk memilih kota Jakarta adalah daerah Ibukota dan sentral berbagai aktivitas ekonomi sehingga jumlah responden potensial jauh lebih banyak. Pemilihan Propinsi Sumatera Barat didasarkan pertimbangan bahwa daerah ini dapat mewakili pandangan responden yang ada di daerah.

Sampel penelitian ditentukan melalui snow ball untuk 120 responden. Karena jumlah responden potensial di DKI Jakarta lebih banyak maka diharapkan dapat diperoleh responden sebanyak 80 orang, dan 40 responden lainnya dari daerah Sumatera Barat. Di samping itu, karena adanya perbedaan jumlah populasi masing-masing responden, maka kemungkinan dalam penelitian ini akan terjadi perbedaan jumlah sampel dari masing-masing responden. Penelitian lapangan dilakukan melalui wawancara, berdasarkan Daftar Pertanyaan yang telah disiapkan.

 

Variabel dan Pengukuran

Variabel penelitian terdiri dari “standar pengukuran” dan “standar pengungkapan”. Indikator atau pertanyaan yang digunakan untuk mengukur kedua standar tersebut ditentukan berdasarkan Daftar Pertanyaan yang telah pernah dilakukan di negara lain dan disesuaikan dengan kondisi UKM di Indonesia. Sekalipun dalam penelitian Knutson dan Wichmann, (1985) digunakan variabel yang lebih banyak, tetapi tidak semua variabel yang diteliti juga relevan untuk kondisi UKM di Indonesia. Oleh sebab itu, pertimbangan lain yang digunakan adalah bahwa “standar pengukuran” dan “standar pengungkapan” itu dimungkinkan atau biasa terjadi pada UKM di Indonesia. Item pertanyaan untuk setiap variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

 

Tabel 1

Variabel Penelitian

No. Standar Pengukuran”
“Standar Pengungkapan”
1. Kapitalisasi sewa guna usaha (leasing)

Pengaruh perubahan motode, teknik, dan kebijakan akuntansi terhadap pendapatan.

2.

Kapitalisasi biaya bunga selama masa konstruksi

Pengungkapan terhadap metode depresiasi dan amortisasi yang digunakan.

3. Akuntansi terhadap pajak pendapatan yang ditangguhkan Pengungkapan terhadap kerugian yang ditangguhkan, yang terjadi karena transaksi kontinjensi.
4. Akuntansi untuk transaksi kontijensi Pengungkapan kejadian setelah tanggal neraca terhadap
5. Pencatatan berdasarkan akrual basis dibandingkan kas basis Pengungkapan terhadap transaksi “extra ordinary item”

 

 

Pengukuran variabel dilakukan berdasarkan tingkat relevance dan cost-effectiveness, dengan menggunakan skala likert 1 – 7. Suatu standar dikatakan relevance apabila informasi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Suatu standar dikatakan cost-effectiveness apabila manfaat yang dihasilkan dari informasi yang dihasilkan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan informasi tersebut.

Untuk lebih meningkatkan validitas dan reliabilitas, maka penilaian oleh responden terhadap item-item pertanyaan yang digunakan, baik kalau standar itu diterapkan oleh UKM dan juga kalau diterapkan bagi perusahaan besar. Dengan kata lain, apakah “standar pengukuran” dan ”standar pengungkapan” overload bagi UKM dilakukan dengan membuat perbandingan jika diterapkan pada UKM dan bagaimana pula pada Usaha Besar.

 

HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ”Standar Akuntansi Keuangan overload bagi UKM dibandingkan dengan Usaha Besar”. Hipotesis utama ini akan dikembangkan menjadi empat sub-hipotesis sesuai dengan variabel dan pengukuran variabel yang digunakan. Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan memanfaatkan program SPSS dengan menggunakan paired sample test. Sebelum pengujian hipotesis, akan dilakukan analisis validitas dan reliabilitas data. Analisis validitas dilakukan dengan menggunakan Analisis Faktor dan analisis Cronbach Alpha untuk menguji reliabilitas.

 

TEMUAN

Responden

Dari ketiga kelompok responden tersebut masing-masing diperoleh sebanyak 45 orang responden sehingga untuk ketiga kelompok tersebut diperoleh sebanyak 135 sampel. Karena jumlah populasi lebih banyak di Propinsi DKI Jakarta dibandingkan Propinsi Sumatera Barat, maka jumlah sampel yang berasal dari DKI Jakarta juga lebih banyak, yaitu 95 orang berbanding 40 orang. Pada awalnya, jumlah responden yang berprofesi sebagai Akuntan Publik di Sumatera Barat diharapkan dapat diperoleh sebanyak 15 sampel. Akan tetapi, karena terbatasnya jumlah Akuntan Publik di Sumatera Barat maka jumlah responden yang diperoleh hanya 10 orang. Oleh sebab itu, kekurangan jumlah responden dari profesi Akuntan Publik di Sumatera Barat ini ditambahkan dari profesi yang sama yang diperoleh dari DKI Jakarta

 

Analisis Kebaikkan Pengukuran

Analisis kebaikan pengukuran terhadap variabel penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analisis faktor dan reliabiliti. Analisis dapat dilakukan terhadap kelima item pertanyaan yang digunakan baik untuk UKM dan Usaha Besar dengan pengukuran relevance dan cost-effectiveness

Hasil pengolahan SPSS menunjukkan bahwa kelima indikator yang digunakan masing-masing menghasilkan 1 dimensi, baik pengukuran relevance untuk UKM dan Usaha Besar, serta juga cost-effectiveness untuk UKM dan Usaha Besar, masing-masing menghasilkan nilai KMO di atas 0,50. Sedangkan analisis reliabiliti, rata-rata menghasilkan Cronbach Alpha di atas 0,60 kecuali untuk cost-effectiveness “standar pengukuran” yaitu sebesar 0,583. Tabel 2 berikut menyajikan pengujian kebaikan pengukuran variabel penelitian.

 

Tabel 2

Pengujian Kebaikan Pengukuran Variabel

Indikator

Nilai KMO

Cronbach Alpha

Relevance “Standar Pengukuran” bagi UKM

0,782

0,702

Relevance “Standar Pengukuran” bagi Usaha Besar

0,625

0,712

Relevance “Standar Pengungkapan” bagi UKM

0,545

0,490

Relevance “Standar Pengungkapan” bagi Usaha Besar

0,668

0,632

Cost-effectiveness “Standar Pengukuran” bagi UKM

0,644

0,562

Cost-effectiveness “Standar Pengukuran” bagi Usaha Besar

0,774

0,792

Cost-effectiveness “Standar Pengungkapan” bagi UKM

0,616

0,437

Cost-effectiveness “Standar Pengungkapan” bagi Usaha Besar

0,759

0,835

 

 

 

PENGUJIAN HIPOTESIS

Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis paired t-test, dengan membandingkan persepsi responden terhadap UKM dengan persepsi untuk Usaha Besar. Jika selisihnya positif berarti SAK tersebut lebih relevance atau lebih cost-effectiveness bagi UKM dibandingkan Usaha Besar. Sebaliknya, jika selisihnya negatif berarti SAK tersebut lebih relevance atau lebih cost-effectiveness bagi Usaha Besar dibandingkan UKM. Dengan kata lain, jika selisihnya negatif berarti SAK tersebut overload bagi UKM. Ringkasan Paired t-test atas persepsi responden dapat dilihat pada Tabel 3.

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa perbandingan relevance “standar pengukuran” yang terdapat dalam SAK memiliki nilai negatif 2,573 dengan standar deviasi 1,129 dan nilai t sebesar negatif 26,478. Perbandingan relevance “standar pengukuran” ini adalah signifikan, dengan tingkat keyakinan di atas 99 persen. Hal ini berarti bahwa SAK yang digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan Laporan Keuangan adalah overload bagi UKM dibandingkan Usaha Besar. Dengan demikian, sub-hipotesis bahwa ”standar pengukuran” yang diukur berdasarkan relevance adalah overload bagi UKM dibandingkan dengan Usaha Besar” dapat dibuktikan.

 

Tabel 3

Ringkasan Paired t-test

Persepsi Overload SAK bagi UKM

 

 

 

 

Pada tabel yang sama juga dapat dilihat bahwa perbandingan relevance “standar pengungkapan”, cost-effectiveness “standar pengukuran”, dan cost-effectiveness “standar pengungkapan”, masing-masingnya memiliki nilai negatif dan signifikan pada tingkat keyakinan di atas 99 persen. Hal ini berarti bahwa SAK yang digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan Laporan Keuangan overload bagi UKM dibandingkan Usaha Besar, sehingga seluruh sub-hipotesis penelitian dapat dibuktikan. Dengan demikian, penelitian ini dapat membuktikan hipotesis yang diajukan; ”Standar Akuntansi Keuangan overload bagi UKM dibandingkan dengan Usaha Besar”, baik jika diukur berdasarkan relevance ”standar pengukuran”, relevance ”standar penggungkapan”, cost-effectiveness “standar pengukuran”, maupun cost-effectiveness ”standar penggungkapan”.

Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui apakah Akuntan Publik, Akuntan yang bekerja sebagai Fiskus dan Akuntan yang bekerja di bank mempunyai persepsi yang berbeda terhadap overload SAK bagi UKM. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan anova, karena metode ini bertujuan membandingkan tiga persepsi dari responden yang berbeda.

Analisis Deskriptif terhadap persepsi responden atas relevance dan cost-effectiveness atas “standar pengukuran” dan “standar pengungkapan” bagi UKM dan Usaha Besar menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari ketiga kelompok responden semuanya berada dirange yang sesuai dengan tingkat keyakinan 95 persen. Selanjutnya analisis anova menunjukkan bahwa persepsi responden terhadap relevance dan cost-effectiveness atas “standar pengukuran” dan “standar pengungkapan” bagi UKM dan Usaha Besar menunjukkan sebagian signifikan dan sebagian lainnya tidak signifikan. Tabel 4 berikut menunjukkan ringkasan hasil analisis anova.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 4

Ringkasan Analisis Anova

 

 

 

 

PEMBAHASAN

Di samping penyebaran kuestioner kepada responden, indept interview juga dilakukan terhadap beberapa praktisi akuntansi, baik yang ada di Padang maupun di Jakarta. Fokus utama dalam wawancara juga menggunakan panduan Daftar Pertanyaan yang sama dengan responden lainnya.

Informan A menyatakan penelitian seperti ini sebetulnya tidak perlu dilakukan, karena kesimpulan yang akan diperoleh sudah dapat dipastikan sebelum penelitian dilakukan. Jangankan kita membahas usaha kecil, usaha menengah saja diyakini masih banyak yang belum menyusun laporan keuangan. Hal ini bukan hanya disebabkan kurangnya pemahaman manajemen atau pimpinan perusahaan terhadap pentingnya informasi akuntansi, tetapi alasan yang lebih sering diberikan adalah karena mengangap akuntansi tersebut adalah sesuatu yang mahal dan sulit dikerjakan. Oleh karena itu, banyak yang enggan menyiapkan informasi akuntansi, dan keputusan yang dibuat seringkali dilakukan secara instuisi atau hanya berdasarkan perkiraan dan perhitungan data keuangan yang tidak akurat. Dalam penetapan harga jual misalnya, banyak yang mempertimbangkan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja saja, tanpa mempertimbangkan biaya lain yang diperlukan untuk menghasilkan produk, atau kadang-kadang hanya mengikuti harga yang ditetapkan oleh pesaing.

Informan B yang bekerja di Bank menguatkan pendapat Informan A di atas; bahwa kesulitan utama yang dia alami dalam menganalisis usulan kredit UKM adalah terbatasnya informasi akuntansi dari perusahaan tersebut. Banyak UKM yang belum memahami fungsi dan cara untuk menyiapkan informasi akuntansi. Kadang-kadang UKM terpaksa menyerah, dan tidak bisa mengembangkan usahanya. Informan B memberikan komentar bahwa perlu dicari cara yang lebih sederhana dalam menyiapkan informasi akuntansi; dengan metode dan teknik-teknik akuntansi yang rumit seperti sekarang jelas akan memberatkan UKM.

Informan C menyatakan bahwa fokus utama akuntansi (baca SAK) adalah terhadap perusahaan besar, karena banyak stakeholder yang membutuhkan informasi akuntansi untuk mengevaluasi kepentingan mereka di perusahaan tersebut. UKM memiliki stakeholder yang terbatas. Oleh sebab itu, diduga UKM bukanlah menjadi pertimbangan bagi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam merancang SAK. Keharusan UKM menggunakan pedoman penyusunan laporan keuangan yang sama dengan usaha besar, jelas akan memberatkan UKM. Oleh sebab itu, Informan C mengharapkan agar pihak-pihak yang berwewenang harus mulai memikirkan pedoman penyusunan laporan keuangan yang khusus bagi UKM.

Salah seorang pakar akuntansi yang membuka Kantor Akuntan Publik di Kota Padang menyatakan bahwa di Kota Padang ini hanya beberapa perusahaan (manufaktur dan dagang) yang telah menggunakan SAK secara baik. Diperkirakan jumlah perusahaan yang telah menggunakan tidak sampai jumlah jari kita. SAK tidak hanya memberatkan bagi UKM, tetapi juga banyak menimbulkan kerancuan bagi pemakai UKM. Dibutuhkan terobosan baru agar UKM dapat menyusun laporan keuangan sehingga mampu berkembang dengan baik.

Akuntan yang bekerja sebagai Fiskus menyatakan bahwa pemerintah khususnya Departemen Keuangan telah membuat kebijakan yang meringankan UKM dalam penyusunan laporan keuangan, yaitu melalui penggunan norma pembukuan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak kecil dalam menyusun laporan keuangan. Pertimbangan lain yang digunakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan berbanding manfaat yang dihasilkan UKM. Hal yang sama seharusnya juga dilakukan organisasi profesi akuntansi sehingga praktek penyusunan laporan keuangan bagi UKM lebih berkembang.

Temuan penelitian ini menunjukkan hasil yang konsisten dengan temuan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Luar Negeri. Misalkan, penelitian yang dilakukan oleh Nair, Rittenberg, dan Larry (1983) yang menjadikan Akuntan Publik, Banker, dan Eksekutif perusahaan, menyimpulkan bahwa standar akuntansi memberatkan bagi UKM. Namun demikian, analisis terpisah menurut kelompok responden menunjukkan terjadinya sedikit perbedaan, di mana Banker tidak menganggap kewajiban yang sama untuk mengikuti standar akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan tersebut tidak memberatkan UKM. Penelitian yang dilakukan oleh Knutson, Dennis, dan Wichman (1985) terhadap 236 Akuntan Publik dengan membuat 4 hipotesis, menyimpulkan bahwa “standar pengungkapan” jauh lebih penting bagi usaha besar dibandingkan dengan UKM. Dalam penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa sekalipun skala usaha mempengaruhi namun jenis usaha; publik dan non-publik tidak mempengaruhi persepsi Akuntan terhadap “standar pengungkapan”. Richardson, Frederick, dan Wright, (1986) berpendapat bahwa standar akuntansi disusun berdasarkan prespektif investor dan kreditor, sedangkan stardar akuntansi bagi UKM seharusnya didasarkan perspektif manajer pemilik.

Penelitian yang dilakukan oleh Knutson, Dennis, dan Hersel (1986) menyimpulkan bahwa perlunya suatu prinsip akuntansi yang khusus bagi perusahaan kecil, pelaporan transaksi yang terjadi pada perusahaan kecil harus sesuai dengan SAK, analisis kredit merupakan pemakai utama informasi akuntansi yang dihasilkan. Penelitian yang dilakukan oleh Williams, Chen, dan Tearney (1989) juga menyimpulkan bahwa pihak Bank berpendapat bahwa informasi yang dihasikan yang sesuai dengan SAK (Accrual Basis) tidak terlalu bermanfaat dan lebih mahal dibandingkan dengan informasi yang dihasilkan tetapi tidak sesuai dengan SAK (Cash Basis). Standar akuntansi atas perlakuan bunga bank selama masa konstruksi dan compensated absences kurang bermanfaat dibandingkan standar akuntansi untuk perjanjian sewa beli dan pajak yang ditangguhkan.

TEKNIK DAN PROSES AKUNTANSI

Praktek penyusunan laporan keuangan di Indonesia mengalami perubahan yang signifikan dalam akhir tahun 50-an, dengan diperkenalkannya sistem akuntansi yang merupakan produk Amerika. Sebelumnya, di Indonesia dikenal sistem Tata Buku yang merupakan produk Belanda guna menyusun laporan keuangan. Perubahan ke sistem akuntansi disebabkan beberapa keungulan yang dimiliki, khususnya penyusunan laporan keuangan dengan sistem akuntansi tersebut jauh lebih mudah, akurat, dan cepat. Namun sistem akuntansi ini sedikit memberatkan bagi UKM karena dibutuhkan sumberdaya yang lebih besar; kemampuan dan biaya yang lebih besar. Oleh sebab itu, sampai saat ini, praktek pembukuan pada UKM masih banyak yang menggunakan sistem Tata Buku sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

 

Akhir-akhir ini, praktek penyusunan laporan keuangan dengan menggunakan pola Belanda ini juga telah mengalami perubahan pada sektor pemerintahan. Sistem lama yang menggunakan single entry digantikan dengan sistem akuntansi yang double entry. Akan tetapi perancangan sistem double entry di sektor pemerintahan tersebut tetap terpengaruh oleh sistem single entry yang selama ini digunakan. Khususnya, dapat dilihat dalam penggunaan basis akuntansi. Jika pada masa lalu pada sektor pemerintahan digunakan basis kas, dan dalam akuntansi bisnis digunakan basis akrual, maka dalam sektor pemerintahan saat ini digunakan basis kas dan basis akrual, atau dalam Kepmen 29 tahun 2002 disebut basis modifikasi kas.

Pembahasan alternatif penyusunan laporan keuangan yang dapat diterapkan pada UKM, dikembangkan berdasarkan pertimbangan praktek sektor pemerintahan yang saat ini dikembangkan pemerintahan Indonesia.

 

a. Basis Akuntansi

Basis kas merupakan salah satu alternatif dalam pengakuan terjadinya suatu transaksi, di mana suatu transaksi akan dicatat apabila telah terjadi penerimaan dan pengeluaran kas. Basis akrual akan mencatat suatu transaksi pada saat terjadinya, tanpa mempertimbangkan apakah kas telah diterima atau dikeluarkan. Sedangkan basis kas modifikasi merupakan basis campuran, di mana untuk menyusun laporan APBD (dapat disetarakan dengan laporan laba rugi pada perusahaan bisnis) digunakan basis kas, dan untuk lainnya menyusun neraca digunakan basis akrual.

Penggunaan basis kas baik pada sektor pemerintahan maupun sektor swasta diyakini telah mengalami kegagalan. Kegagalan utama disebabkan kesulitan dalam menyusun neraca, sekalipun untuk menyusun laporan APBD (dapat disetarakan dengan laporan laba rugi pada perusahaan bisnis) masih dimungkinkan.

Penerapan basis kas modifikasi pada sektor pemerintahan sangat dimungkinkan karena adanya kesamaan dan kebijakan yang sama dalam praktek penerimaan dan pengeluaran kas pada organisasi pemerintahan di Indonesia sehingga hal itu sangat dimungkinkan dapat diterapkan.

Praktek penerimaan dan pengeluaran kas pada sektor bisnis tidak sama dengan pemerintahan, karena pada sektor bisnis kemungkinan terjadinya penjualan dan pembelian secara kredit; yang berarti tidak memerlukan penerimaan dan pengeluaran kas mungkin saja terjadi setiap saat. Kemungkinan untuk mengatur sistem transaksi yang terjadi pada pihak swasta tidak segampang pada organisasi pemerintahan. Oleh sebab itu, kebijakan untuk mengatur pihak swasta sama dengan sektor pemerintahan adalah suatu hal yang tidak mungkin. Oleh sebab itu, penerapan basis kas modifikasi pada sektor bisnis UKM tidak mungkin dilakukan.

Berdasarkan pertimbangan kesulitan membuat kebijakan lalu lintas kas pada sektor bisnis maka alternatif yang paling dimungkinkan adalah dengan menerapkan basis akrual, sebagaimana telah diterapkan selama ini.

 

b. Proses Akuntansi

Proses pencatatan transaksi yang terjadi dapat dilakukan dengan cara yang sangat sederhana ke cara yang lebih komplit. Cara atau metode mana yang akan dipilih akan dipengaruhi oleh skala usaha. Jika penerapan akuntansi tersebut masing untuk usaha yang berskala kecil, maka metode yang paling praktis adalah dengan menggunakan persamaan akuntansi dalam bentuk kolom-kolom. Tetapi metode seperti ini tidak praktis jika frekuensi dan jenis transaksi demikian banyak.

 

Metode pencatatan transaksi berikutnya adalah dengan menggunakan jurnal umum dan dengan jurnal khusus. Penggunaan jurnal umum dan jika dilakukan secara manual akan sangat memberatkan, terutama dalam proses pemindahbukuan (posting) ke buku besar. Hal ini disebabkan karena setiap transaksi yang terjadi harus dipindahbukuan ke buku besarnya, mungkin bisa berjumlah ratusan atau ribuan transaksi setiap hari. Metode pencatatan yang lebih praktis adalah dengan menggunakan jurnal khusus. Jika menggunakan jurnal khusus, pemindahbukuan untuk pos-pos tententu (terutama kas) dapat dilakukan jumlah kumulatif penerimaan kas dalam suatu periode tertentu. Dengan demikian, metode dengan menggunakan jurnal khusus jauh lebih praktis. Jurnal khusus yang biasanya digunakan terdiri dari:

  • Jurnal penerimaan kas

  • Jurnal pengeluaran kas

  • Jurnal penjualan

  • Jurnal pembelian

  • Jurnal umum

 

Namun demikian, salah satu kesulitan bagi UKM dalam menyusun laporan keuangan adalah proses pemindahbukuan ke buku besar. Hal ini disebabkan karena hukum debit dan kredit suatu perkiraan (pos) yang seringkali dianggap sangat membingunkan bagi pengusaha Kecil dan Menengah. Salah satu alternatif untuk mengatasi hal ini adalah dengan menggabungkan antara jurnal khusus dengan buku besar. Penggabungan ini dilakukan dengan menambahkan kolom-kolom khusus penganti buku besar dibagian samping kanan jurnal khusus yang dibuat. Hal ini sangat dimungkinkan karena jenis transaksi pada UKM relatif tidak banyak.

Proses pencatatan seperti ini sebetulnya adalah penggabungan metode pencatatan dengan kolom-kolom persamaan akuntansi dengan jurnal khusus. Dengan penggabungan ini berarti tidak dibutuhkan lagi proses pemindahbukuan dari jurnal ke buku besar. Dengan demikian, proses penyusunan laporan dapat dilaksanakan dengan cara yang lebih sederhana dibandingkan dengan menggunakan metode lainnya.

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan, implikasi, dan saran sebagai berikut:

 

Kesimpulan

  1. SAK mengandung berbagai standar yang harus diikuti dan dipedomani dalam menyusun laporan keuangan. Namun demikian, secara umum terdapat dua jenis standar yaitu “standar pengukuran” dan “standar pengungkapan”. “Standar pengukuran” merupakan standar yang digunakan dalam mengukur suatu kejadian yang mempengaruhi posisi keuangan perusahaan; kapan dan bagaimana menentukan nilai dari suatu transaksi. Sedangkan “standar pengungkapan” mengandung keharusan untuk mengungkapkan transaksi-transaksi tertentu supaya kejadian dan transaksi tersebut lebih dipahami oleh pamakai laporan keuangan.
  2. Berdasarkan pengukuran konstruk relevance serta dengan menggunakan 5 indikator ”standar pengukuran” dan 5 indikator ”standar pengungkapan” dapat disimpulkan bahwa SAK lebih relevan bagi usaha besar dibandingkan UKM. Kesimpulan yang sama juga dihasilkan berdasarkan pengukuran konstruk cost-effectiveness dan dengan menggunakan 5 indikator ”standar pengukuran” dan 5 indikator ”standar pengungkapan” bahwa SAK lebih lebih bermanfaat bagi usaha besar dibandingkan UKM.
  3. Secara keseluruhan hasil penelitian ini menyokong temuan penelitian terdahulu. Baik dengan menggunakan ukuran relevance maupun dengan menggunakan ukuran cost-effectivenes; SAK yang dijadikan pedoman dalam penyusunan laporan keuangan di Indonesia lebih memberatkan bagi UKM dibandingkan usaha besar.
  4. Analisis secara terpisah atas persepsi Akuntan Publik, Akuntan yang bekerja di Bank, dan Akuntan yang berkerja sebagai Fiskus terhadap ukuran konstruk; relevance dan cost-effectiveness serta dengan menggunakan 5 indikator ”standar pengukuran” dan 5 indikator ”standar pengungkapan” hasilnya tidak semuanya sama. Dalam beberapa hal, Akuntan yang bekerja di Bank dan Fiskus menilai bahwa keharusan mempedomani SAK tersebut jauh lebih berat dibandingkan pendapat terhadap hal yang sama yang disampaikan oleh Akuntan Publik.
  5. Teknik dan proses akuntansi yang digunakan diterapkan UKM di Indonesia masing banyak terpengruh dengan sistem Tata Buku sehingga banyak yang tidak mampu menyiapkan laporan keuangan secara lengkap. Umumnya, UKM menggunakan buku kas harian yang kemudian dari buku tersebut disusun laporan laba rugi. Sedangkan untuk menyusun laporan keuangan lainnya, ditemui berbagai kesulitan sehingga banyak yang tidak mampu menyiapkannya.
  6. Sekalipun memiliki pengetahuan dalam bidang akuntansi, alumni akuntansi FEUA yang terjun dalam bidang bisnis, umumnya tidak menerapkan sistem akuntansi yang baik sesuai dengan ilmu akuntansi yang pernah mereka peroleh. Alasan utama kenapa tidak menggunakan sistem akuntansi yang baik adalah selain merepotkan juga karena dengan sistem sederhana (buku kas harian) mereka juga sudah dapat memenuhi informasi yang dibutuhkan dalam mengelola usaha mereka.

  7. Metode yang lebih sederhana yang dapat digunakan dalam menyusun laporan keuangan pada UKM adalah dengan menggabungkan penggunaan jurnal khusus dengan buku besar dengan menambahkan kolom-kolom yang dibutuhkan pada bagian kanan dari jurnal khusus yang dibuat. Dengan penggabungan ini berarti proses pemindahbukuan yang seringkali membingunkan pengusaha UKM dapat dihindari, dan lebih mudah dikerjakan dan dipahami.

 

Implikasi

Salah satu faktor yang diduga mempengaruhi pengembangan UKM adalah rendah penerapan akuntansi pada UKM. Hal ini disebabkaan karena SAK yang dijadikan pedoman penyusunan laporan keuangan saat ini masih memberatkan bagi UKM. Oleh sebab itu, untuk pengembangan UKM dan pengembangan penerapan akuntansi pada UKM, maka pihak yang berkompeten harus memikirkan ulang tentang keharusan UKM mengikuti SAK yang sama untuk seluruh skala usaha. Diharapkan temuan penelitian ini dapat menjadi perhatian bagi pihak yang berkompeten dalam pengembangan penerapan akuntansi pada UKM untuk menyusun standar akuntansi yang khusus bagi UKM.

Dibutuhkan suatu kebijakan melalui penyusunan suatu buku pedoman penyusunan akuntansi sederhana bagi UKM dengan konsep penggabungan antara jurnal khusus dengan buku besar. Diharapkan dengan penyusunan buku pedoman seperti ini, sosialisasi yang lebih terarah dapat dilakukan kepada seluruh UKM secara sama di Indonesia.

 

Saran

Dibutuhkan penelitian yang lebih luas dan sampel yang lebih banyak guna meningkatkan keyakinan tentang perlunya pihak-pihak yang berkompeten menyusun standar SAK yang khusus bagi UKM. Pakar Akuntansi yang bekerja dalam bidang lain diperkirakan juga harus dilibatkan sehingga dapat memberikan gambaran atau kesimpulan yang lebih luas.

Dibutuhkan penyusunan studi kasus tentang cara penyusunan laporan keuangan UKM dengan menggunakan pola penggabungan antara jurnal khsusus dengan buku besar dan atau buku pembantu dengan menambahkan kolom-kolom buku besar disamping kanan dari jurnal khusus yang dibuat. Diperkirakan laporan studi kasus seperti ini dapat dimanfaatkan untuk proses sosialisasi metode penyusunan laporan keuangan yang lebih sederhana ini.

DAFTAR PUSTAKA

Benjamin, W.P., (1990). Laporan Keuangan (Ikhtisar Akuntansi) Perusahaan Kecil, Dalam, Dalam Prosiding, Seminar Akuntan Nasional, Surabaya.

Burke, J.F., (1997). Report on Standards Overload, CPA Journal, 66(3), p11.

Holmes, S. (1986). The role of practising accountants, accounting information and small business owner/manager. Australia, 259-284.

Holmes, S., & Nicholls, D. (1988). An analysis of the use of accounting information by Australian small business. Journal of Small Business Management, 26 (2), 57 – 69.

Holmes, S., & Nicholls, D. (1989). Modeling the accounting information requirements of small businesses. Accounting and Business Research, 19 (74), 143-150.

Knutson, D.L., & Wichmann, Jr, H., (1985). The Issue of Differential Accounting Treatment For American Small Businesses, Management Forum, Vol. 11 Sept.

Muntoro, R. K. 1990, Praktek Akuntansi Keuangan, Dalam Prosiding, Seminar Akuntan Nasional, Surabaya.

Nair, R.D, Reittenberg, dan Larry, E., (1983). Privately Held Businesses: Is There a Standards Overload?, Journal of Accountan, New York.

Raharjo, M. D., & Ali, F. (1993). Faktor-faktor keuangan yang mempengaruhi usaha kecil dan menengah di Indonesia, Dalam K. James & N. Akrasanee, Aspek-aspek finansial usaha kecil dan menengah; Studi kasus Asean, (pp. 16-50). Jakarta: LP3ES.

Republik Indonesia, (1995), Undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Jakarta.

Richardson, Frederick M., Wright, C. T. (1986). Standards Overload: A Case for Accountant Judgment, The CPA Journal; New York.

Suhairi dan Wahdini (2006), Persepsi Akuntan Terhadap Overload Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Bagi Usaha Kecil Dan Menengah, Makalah yang disampaikan pada SNAIX-Padang

Suhairi, (2004), Personality, Accounting Knowledge, Accounting Information Usage And Performance: A Research On Entrepreneurship Of Indonesia Medium Industries, Disertasi, USM, Malaysia.

Satyo, (2005). UKM dan Kebutuhan Standar, Media Akuntansi, 43(XII), 4.

Williams, L.K., Chen, R.C., & Tearney, M.G., (1989). Accounting Standards: Overskill for Small Business, The National Public Accountant, June, pp 40-43.

Wishon, K., (1985). The FASB and Small Business: Improving the Dialogue, Journal of Accountancy; New York.

 

 

SUMBER INI DARI (REFERENSI) : http://www.find-docs.com/sistem-informasi-akuntansi-dalam-usaha-kecil-doc.html