Latest Entries »

Penilaian Tingkat Kesehatan Bank (CAMELS)

 

Kesehatan atau kondisi keuangan dan non keuangan Bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) Bank, masyarakat pengguna jasa Bank, Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan Bank, dan pihak lainnya. Kondisi Bank tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja Bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko.

Perkembangan industri perbankan, terutama produk dan jasa yang semakin kompleks dan beragam akan meningkatkan eksposur risiko yang dihadapi Bank. Perubahan eksposur risiko Bank dan penerapan manajemen risiko akan mempengaruhi profil risiko Bank yang selanjutnya berakibat pada kondisi Bank secara keseluruhan.

Perkembangan metodologi penilaian kondisi Bank senantiasa bersifat dinamis sehingga sistem penilaian tingkat kesehatan Bank harus diatur kembali agar lebih mencerminkan kondisi Bank saat ini dan di waktu yang akan datang. Pengaturan kembali tersebut antara lain meliputi penyempurnaan pendekatan penilaian (kualitatif dan kuantitatif) dan penambahan faktor penilaian.

Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi Bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang sedangkan bagi Bank Indonesia, antara lain digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan Bank.

Untuk hal tersebut Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 dan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/ 23 /DPNP Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

Tingkat Kesehatan Bank adalah hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu Bank melalui Penilaian Kuantitatif dan atau Penilaian Kualitatif terhadap faktor-faktor Capital, Asset Quality, Management, earning, liquidity dan sensitivity to market risk yang disingkat CAMELS.

 

Penilaian terhadap faktor tersebut secara umum dapat diuraikan sebagai berikut :

1. permodalan (capital);

Penilaian terhadap faktor permodalan meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

a. kecukupan, komposisi, dan proyeksi (trend ke depan) permodalan serta kemampuan permodalan Bank dalam mengcover aset bermasalah;

b. kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan, rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan, dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank.

 

2. kualitas aset (asset quality);

Penilaian terhadap faktor kualitas aset meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

a. kualitas aktiva produktif, konsentrasi eksposur risiko kredit, perkembangan aktiva produktif bermasalah, dan kecukupan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP);

b. kecukupan kebijakan dan prosedur, sistem kaji ulang (review) internal, sistem dokumentasi, dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.

 

3. manajemen (management);

Penilaian terhadap faktor manajemen meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

a. kualitas manajemen umum dan penerapan manajemen risiko;

b. kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku dan komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.

 

4. rentabilitas (earning);

Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

a. pencapaian return on assets (ROA), return on equity (ROE), net interest margin (NIM), dan tingkat efisiensi Bank;

b. perkembangan laba operasional, diversifikasi pendapatan, penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya, dan prospek laba operasional.

 

5. likuiditas (liquidity);

Penilaian terhadap faktor likuiditas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

a. rasio aktiva/pasiva likuid, potensi maturity mismatch, kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR), proyeksi cash flow, dan konsentrasi pendanaan;

b. kecukupan kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management / ALMA), akses kepada sumber pendanaan, dan stabilitas pendanaan.

 

6. sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk)

Penilaian terhadap faktor sensitivitas terhadap risiko pasar meliputi penilaian terhadap

komponen-komponen sebagai berikut:

a. kemampuan modal Bank dalam mengcover potensi kerugian sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga dan nilai tukar;

b. kecukupan penerapan manajemen risiko pasar.

 

Untuk penetapan peringkat setiap komponen dilakukan perhitungan dan analisis dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan atau pembanding yang relevan dengan mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari setiap komponen yang dinilai.

Berdasarkan hasil penetapan peringkat setiap faktor ditetapkan Peringkat Komposit (composite rating) sebagai berikut:

a. Peringkat Komposit 1 (PK-1), mencerminkan bahwa Bank tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan;

b. Peringkat Komposit 2 (PK-2), mencerminkan bahwa Bank tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan namun Bank masih memiliki kelemahan-kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin;

c. Peringkat Komposit 3 (PK-3), mencerminkan bahwa Bank tergolong cukup baik namun terdapat beberapa kelemahan yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila Bank tidak segera melakukan tindakan korektif;

d. Peringkat Komposit 4 (PK-4), mencerminkan bahwa Bank tergolong kurang baik dan sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan atau Bank memiliki kelemahan keuangan yang serius atau kombinasi dari kondisi beberapa faktor yang tidak memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan korektif yang efektif berpotensi mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.

e. Peringkat Komposit 5 (PK-5), mencerminkan bahwa Bank tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan serta mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.

 

SUMBER :

 

http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=108:penilaian-tingkat-kesehatan-bank-camels&catid=83:camelstkb&Itemid=118

Assets Quality

Dalam kondisi normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam  bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian difokuskan pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya. Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif di dalam ketentuan perbankan di Indonesia didasarkan pada dua rasio yaitu:
1)      Rasio Aktiva Produktif Diklasifikasikan terhadap Aktiva
Produktif (KAP 1). Aktiva Produktif Diklasifikasikan menjadi Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Rumusnya adalah :
Penilaian rasio KAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  • Untuk rasio sebesar 15,5 % atau lebih diberi nilai kredit 0 dan
  • Untuk setiap penurunan 0,15% mulai dari 15,49% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2)      Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva
Produktif yang diklasifikasikan (KAP 2). Rumusnya adalah :
Penilaian rasio KAP untuk perhitungan PPAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut untuk rasio 0 % diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 1 % dari 0 % nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
SUMBER:

Kegunaan 5 C’s

 

Istilah yang umum digunakan untuk menilai kelayakan usaha ini sesuai pula jika digunakan untuk menilai hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

  • Character

Untuk menilai kelayakan usaha, hal yang paling penting adalah menilai karakter manajemen perusahaan itu, karena sebagus apapun sebuah usaha akan mudah hancur tanpa dilandasi karakter yang kuat. Penilaian karakter memang tidak mudah, karena sesuai dengan sifat individu manusia yang unik, maka perlu adanya pemantauan terhadap karakter ini. Ada orang tertentu yang karakternya sangat kuat, di satu sisi karakter ini sangat bagus karena tidak mudah goyah oleh pengaruh dari luar yang buruk, namun sisi lainnya orang ini juga cenderung keras kepala. Sebagaimana pada tulisan saya sebelumnya, ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menilai karakter ini.

Penilaian karakter ini dapat juga dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana kita menilai teman, menilai pacar ataupun menilai suami/isteri. Mengapa si A lebih condong berteman dengan si B dan tidak terlalu suka dengan si D? Hal ini terkait dengan sifat, pembawaan dan karakter orang tersebut. Seseorang akan lebih mudah berteman dengan orang2 yang mempunyai sifat , minat dan pembawaan yang lebih mirip. Walaupun ada juga orang bisa bersahabat dengan orang lain yang karakternya berlawanan, namun saling melengkapi.

  • Capacity

Penilaian capacity dimaksudkan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mendukung usahanya, misal: apakah mesin2 yang ada telah sesuai untuk mendukung rencana produksi, apa tata letak mesin tak membuat terjadinya bottle neck? Apakah kemampuan karyawan telah sesuai dengan proses bisnis perusahaan tersebut?

Penilaian capacity ini dapat diterapkan pada pacar atau calon suami/isteri. Apakah kemampuannya telah sesuai dengan yang diharapkan? Apakah masih bisa ditingkatkan? Hal ini sangat penting, karena pada dasarnya manusia selalu ingin berubah dan meningkat ke taraf hidup yang lebih baik. Perkawinan yang berhasil apabila masing-masing pasangan mencapai kebahagiaan dan peningkatan kemampuan, entah berupa peningkatan usaha (jika berwirausaha), peningkatan karir, maupun peningkatan keimanan. Keberhasilan ini harus dinikmati oleh masing-masing pasangan, karena apabila yang meningkat karirnya hanya suami dan isteri tidak di upgrade, ini akan membuat jenjang komunikasi semakin lebar, yang berakibat salah satu pihak kurang puas dan mencari kepuasan pada pihak ketiga.

  • Capital

Penilaian capital, adalah bagaimana menilai laporan keuangan dari perusahaan. Apakah perusahaan tadi modal dengkul, apakah masih bisa berkembang? Kita mengenal ada beberapa laporan keuangan: dibuat oleh perusahaan sendiri (oleh akuntan intern perusahaan), dan hasil audit akuntan terdaftar. Dari sisi penilai, laporan keuangan tadi masih perlu diteliti, untuk mengetahui apa yang ada dibalik laporan keuangan tersebut, apa pandangan penilai, dan hasil laporan keuangan yang telah dinilai ini (dilakukan recasting dan judgement, lengkap dengan opini penilai) merupakan dasar untuk menentukan layak tidaknya perusahaan tadi, apabila dia memerlukan pinjaman, atau akan menerbitkan obligasi ataupun yang terkait dengan aksi korporasi (langkah2 perusahaan dibidang keuangan). Dari laporan keuangan ini, kita juga bisa menilai, bagaimana perusahaan mengelola arus kas keluar masuk (cash flow), dan bagaimana cara perusahaan mengelola keuangannya.

Penilaian ini bisa diterapkan untuk menilai pacar, atau calon suami/isteri. Kita sadari ada orang yang bersifat pemboros, namun juga ada yang bersifat ketat terhadap pengeluaran uang. Hal yang paling penting dalam menilai seseorang adalah bagaimana dia mengelola keuangannya, apakah dia sering berhutang, dan apa sebabnya? Apakah karena memang uangnya tidak cukup untuk kehidupan sehari-hari, dan bila jawabannya ya, apa solusinya. Apakah mencari tambahan pekerjaan, atau meningkatkan efisiensi (memperketat ikat pinggang). Kalau saya lebih cenderung untuk berusaha meningkatkan tambahan pemasukan, karena efisiensi akan menurunkan motivasi, dan kurang merangsang cara berpikir kreatif kita.

  • Collateral

Collateral atau agunan, atau jaminan, sangat diperlukan untuk menilai kelayakan suatu usaha. Disini tidak berarti harus mempunyai agunan yang cukup baru dinilai layak, namun yang dimaksudkan jaminan kelayakan adalah jaminan bahwa perusahaan tadi akan mampu melaksanakan janji/komitmen dan pembayaran kembali atas hutang2 yang telah diperjanjikan.

Jika yang dinilai pasangan suami isteri, yang perlu dinilai adalah, apakah si Dia dapat menjamin bahwa janji setianya dapat terpenuhi. Juga apabila digunakan untuk menilai pacar, apakah kita yakin bahwa dia akan mampu menepati janjinya, setia, dan mampu menafkahi keluarganya.

  • Condition

Ini merupakan penilaian atas kondisi perusahaan bilamana terjadi perubahan lingkungan disekitarnya, perubahan kebijakan pemerintah dsb nya. Apakah perusahaan akan tetap survive bila terjadi perubahan politik, peraturan pemerintah, karena kita mengetahui bahwa saat ini tidak ada yang tidak berubah, yang tetap adalah perubahan itu sendiri.

Untuk pacar, memang kita harus mempunyai wawasan jangka panjang apakah si Dia nantinya akan tetap kokoh menghadapi badai perubahan? Perjalanan kehidupan berumah tangga, sama dengan kehidupan perusahaan, akan mengalami pasang surut. Banyak pernikahan yang gagal karena salah satu atau keduanya, tidak sanggup menahan serangan badai, entah perubahan situasi kerja ataupun adanya godaan pihak ketiga.

Kesimpulan:

Penilaian dengan menggunakan 5 C’s selain untuk menilai perusahaan, dapat juga dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi yang belum berumah tangga, penilaian terhadap pasangan secara jernih sangat penting, karena pernikahan adalah untuk seumur hidup, dan bila gagal ada anak-anak yang akan jadi korban. Oleh karena itu diperlukan kedewasaan dalam menilai pasangan, agar dapat diantisipasi secara dini, dan jika terjadi perbedaan dapat dilakukan komunikasi secara efektif.

 

SUMBER :

http://edratna.wordpress.com/2006/12/20/kegunaan-5-cs/

Net Interest Margin (NIM) adalah ukuran perbedaan antara pendapatan bunga yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka (misalnya, deposito), relatif terhadap jumlah mereka (bunga produktif ) aset. Hal ini mirip dengan margin kotor perusahaan non-finansial.

Hal ini biasanya dinyatakan sebagai persentase dari apa lembaga keuangan memperoleh pinjaman dalam periode waktu dan aset lainnya dikurangi bunga yang dibayar atas dana pinjaman dibagi dengan jumlah rata-rata atas aktiva tetap pada pendapatan yang diperoleh dalam jangka waktu tersebut (yang produktif rata-rata aktiva).

Margin bunga bersih mirip dalam konsep untuk menyebarkan bunga bersih, namun penyebaran bunga bersih adalah selisih rata-rata nominal antara pinjaman dan suku bunga pinjaman, tanpa kompensasi untuk kenyataan bahwa aktiva produktif dan dana yang dipinjam dapat menjadi alat yang berbeda dan berbeda dalam volume. Margin bunga bersih sehingga dapat lebih tinggi (atau kadang-kadang lebih rendah) daripada penyebaran bunga bersih.

NIM dihitung sebagai persentase dari aset dikenakan bunga. Sebagai contoh, rata-rata pinjaman bank untuk nasabah adalah $ 100,00 dalam setahun sementara itu memperoleh pendapatan bunga sebesar $ 6,00 dan bunga yang dibayar sebesar $ 3,00. NIM kemudian dihitung sebagai ($ 6,00 – $ 3,00) / $ 100,00 = 3%. Pendapatan bunga bersih sama dengan bunga yang diperoleh dikurangi bunga yang dibayarkan kepada pelanggan

SUMBER:

http://en.wikipedia.org/wiki/Net_interest_margin

Rasio pemenuhan PPAP
Rasio ini menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam menentukan besarnya PPAP yang telah dibentuk terhadap PPAP yang wajib dibentuk. Semakin besar rasio ini maka kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil karena semakin besar PPAP yang telah dibentuk dari PPAP yang wajib dibentuk. Penghitungan PPAP yang wajib dibentuk sesuai dengan ketentuan Kualitas Aktiva Produktif yang berlaku.

Pemenuhan PPAP = PPAP wajib dibentuk x 100% PPAP yang telah dibentuk

ROA (Return on Assets)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari rata-rata total aset bank yang bersangkutan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Laba sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional sebelum pajak. Sedangkan rata-rata total asset adalah rata-rata volume usaha atau aktiva.

ROA = Rata – rata total asset x 100% Laba sebelum pajak

ROE (Return on Equity)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelolah modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Laba setelah pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional setelah dikurangi pajak sedangkan rata-rata total ekuitas adalah rata-rata modal inti yang dimiliki bank, perhitungan modal inti dilakukan berdasarkan ketentuan kewajiban modal minimum yang berlaku.

ROE = Rata – rata ekuitas x 100% Laba setelah pajak

NIM (Net Interest Margin)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Semakin besar rasio ini maka meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.

NIM = Aktiva produktif x 100% Pendapatan Bunga bersih

BOPO (Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional)
Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban operasional
lainnya. Pendapatan operasional adalah penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional lainnya.

BOPO = Pendapatan Operasional x 100% Biaya Operasional

LDR (Loan to Deposit Ratio)
Rasio ini digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito.

LDR = Total dana pihak ketiga x 100% Total kredit

 

 

SUMBER:

 

http://cessee.com/tag/nim-net-interest-margin

Suatu pinjaman non-performing adalah kredit yang ada di default atau dekat dengan berada di default. Banyak kredit menjadi bermasalah setelah berada di default untuk 3 bulan, tetapi hal ini dapat bergantung pada syarat kontrak.

“Pinjaman adalah bermasalah ketika pembayaran bunga dan pokok yang jatuh tempo dengan 90 hari atau lebih, atau setidaknya 90 hari dari pembayaran bunga telah dikapitalisasi, dibiayai atau tertunda dengan persetujuan, atau pembayaran kurang dari 90 hari jatuh tempo, tetapi ada alasan bagus lainnya untuk meragukan bahwa pembayaran akan dilakukan secara penuh “(IMF)
Pranala luar

Oleh Bank peraturan kredit non-performing definisi terdiri dari:

a real) riil lainnya milik yang yang diambil oleh pengambilalihan atau akta sebagai pengganti penyitaan,

b) kredit yang 90 hari atau lebih lewat jatuh tempo dan masih menimbulkan bunga, dan

c) pinjaman yang telah ditempatkan pada nonaccrual (yaitu, pinjaman yang bunga tidak lagi diakui dan diposting ke laporan laba rugi).

 

SUMBER:

 

http://www.answers.com/topic/non-performing-loan-npl

 

Non Performing Loan (NPL) meningkat

NPL adalah nama keren dari Kredit macet Perbankan.
Makin memburuknya perkembangan ekonomi dunia sudah dapat dipastikan berimbas pada perekonomian Indonesia yang pada gilirannya akan menimbulkan kesulitan bagi dunia usaha di Indonesia.

Wujud nyata dari kesulitan tersebut akan tercermin pada turunnya kemampuan perusahaan-perusahaan dalam membayar bunga dan pokok pinjaman sesuai schedule yang telah ditetapkan. Kondisi ini apabila berlarut-larut akan menyebabkan perusahaan dinyatakan gagal bayar (default) dan kreditnya dinyatakan macet.

Sektor-sektor usaha yang paling menderita adalah:
1. Sektor perkebunan karena turunnya harga-harga komoditas dan turunnya volume permintaan global.
2. Sektor industri yang berorientasi ekspor karena turunnya permintaan global
3. Sektor pertambangan (migas dan batubara) karena turunnya harga minyak dunia
4. Sektor properti dan industri barang-barang konsumsi karena turunnya daya beli masyarakat.

Berikut ini adalah ilustrasi betapa seriusnya ancaman kredit macet.
Saat ini, lebih dari 50% kapitalisasi di sektor perkebunan (didominasi oleh perkebuanan kelapa sawit) dibiayai dengan kredit perbankan. Total kredit yang disalurkan diperkirakan sudah di atas 10% dari total kredit yang disalurkan secara nasional.
Dengan tingkat bunga pinjaman yang berlaku saat ini, beban bunga pinjaman telah mengambil porsi hampir 50% dari hasil (pendapatan) kotornya. Akibatnya, sudah ada beberapa nasabah yang gagal mengangsur pokok pinjamannya.
Bank Mandiri beberapa hari yang lalu telah melakukan restrukturisasi (rescheduling angsuran) portofolio kreditnya senilai Rp 3 T.

Melihat sulitnya menurunkan suku bunga kredit perbankan maka dapat diperkirakan akan terjadi gelombang kredit macet yang pada gilirannya meningkatkan lagi suku bunga kredit atau bahkan bangkrutnya perbakan nasional sebagaimana yang terjadi pada krisis keuangan 1997 yang lalu.

SUMBER:

Non Performing Loan (NPL)

Risiko kredit didefinisikan sebagai risiko yang dikaitkan dengan emungkinan kegagalan klien membayar kewajibannya atau risiko dimanadebitur tidak dapat melunasi hutangnya (Imam Gozali, 2007).

Risiko kredit dapat timbul karena beberapa hal :
a.       Adanya kemungkinan pinjaman yang diberikan oleh bank atau obligasi (surat hutang) yang dibeli oleh bank tidak terbayar,
b.      Tidak dipenuhinya kewajiban dimana bank terlibat didalamnya bisa melalui pihak lain, misalnya kegagalan memenuhi kewajiban pada kontrak derivative.
c.       Penyelesaian (settlement) dengan nilai tukar, suku bunga, dan produk derivative.
Bentuk risiko kedit yang lain adalah settlement risk yang timbul ketika dua pembayaran dengan valuta asing dilakukan pada hari yang sama, risiko ini terjadi ketika counterparty pihak lain mungkin mengalami default setelah institusi melakukan pembayaran. Pada hari penyelesaian (settlement), besarnya kerugian default counter party (pihak lain) sama dengan nilai penuh yang harus dibayar. Sedangkan besarnya exposure sebelum settlement hanya sebesar nilai netto dari kedua pembayaran tersebut.

Menurut Muburoh (2004) NPL berpengaruh negatif terhadap kinerja perbankan. Semakin tinggi NPL maka semakin menurun kinerja atau profitabilitas perbankan. Hal ini sejalan dengan (Limpaphayom dan Polwitoon, 2004) dimana adanya kredit bermasalah yang semakin besar dibandingkan dengan aktiva produktifnya dapat mengakibatkan kesempatan untuk memperoleh pendapatan (income) dari kredit yang diberikan, sehingga mengurangi laba dan berpengaruh buruk pada rentabilitas (profitabilitas) bank. Agar kinerja berapor biru, maka setiap bank harus menjaga NPL-nya di bawah 5%. Hal ini sejalan dengan ketentuan bank Indonesia.

SUMBER :

Dolar maksimal jumlah yang tunggal bank dapat meminjamkan ke peminjam diberikan. Batas-batas hukum yang berbeda untuk berbagai jenis bank. Undang-Undang Lembaga Keuangan Tahun 1989 mengamanatkan bahwa semua tabungan dan lembaga pinjaman harus mematuhi batasan yang sama yang ditetapkan bagi bank nasional.
Investopedia

Investopedia menjelaskan Batas Maksimum Pemberian Kredit
Batas pemberian kredit bagi bank nasional adalah 15% dari modal gabungan dan cadangan pada pinjaman tanpa jaminan dan 25% untuk pinjaman yang dijamin sepenuhnya. Induk perusahaan Bank dapat meminjamkan afiliasi bank baik 10% dari modal ditambah surplus affiliate, atau 20% dari modal semua afiliasi, asalkan mereka semua dimiliki oleh perusahaan induk yang sama. Tentu saja, kebanyakan pinjaman yang akan mendekati batas ini dibuat untuk debitur institusional saja.

SUMBER:  

http://www.investopedia.com/terms/l/legal-lending-limit.asp

BANK
Menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 pengertian bank adalah sebagai berikut:
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Pengertian di atas memiliki kandungan filosofis yang tinggi. Pengertian yang lebih teknis dapat ditemukan pada Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 792Tahun 1990. Pengertian bank menurut PSAK Nomor 31 dalam Standar Akuntansi Keuangan (1999: 31.1) adalah:
Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak-pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.
Sedangkan berdasarkan SK Menteri Keuangan RI Nomor 792 tahun 1990 pengertian bank adalah: “Bank merupakan suatu badan yang kegiatannya di bidang keuangan melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan”. Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Dengan kata lain bank adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit serta jasa-jasadalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

LAPORAN KEUANGAN BANK
Sesuai dengan SK Direksi Bank Indonesia No. 27/119/KEP/DIR tanggal 25 Januari 1995 laporan keuangan bank terdiri dari (i) neraca, (ii)laporan komitmen dan kontijensi, (iii) laporan laba/rugi, (iv) laporan arus kas, dan (v) catatan atas laporan keuangan. Neraca Dalam penyajiannya, aktiva dan kewajiban dalam neraca bank tidak dikelompokkan menurut lancar atau tidak lancar, namun sedapat mungkin tetap disusun menurut tingkat likuiditas dan jatuh tempo. Setiap aktiva produktif disajikan di neraca sebesar jumlah bruto dari tagihan atau penempatan bank dikurangi dengan penyisihan penghapusan yang dibentuk untuk menutupi kemungkinan kerugianyang timbul dari masing-masing aktiva produktif yang bersangkutan. Laporan Komitmen dan KontijensiLaporan ini wajib disajikan secara sistematis sehingga dapatmemberikan gambaran mengenai posisi komitmen dan kontijensi, baik yang bersifat tagihan maupun kewajiban pada tanggal laporan.
Komitmen adalah suatu ikatan atau kontrak berupa janji yang tidak dapat dibatalkan secara sepihak dan harus dilaksanakan apabila persyaratan yang disepakati bersama dipenuhi.
Kontijensi adalahtagihan atau kewajiban bank yang kemungkinan timbulnya tergantung pada terjadi atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa di masayang akan datang.
 Laporan Laba/Rugi
Perhitungan laba/rugi bank wajib disusun sedemikian rupa agar dapat memberikan gambaran mengenai hasil usaha bank dalam suatu periode tertentu. Laporan laba/rugi bank disusun dalam bentuk berjenjang (multiple step) yang menggambarkan pendapatan atau beban yang berasal dari kegiatan utama bank dan kegiatan lainnya. Cara penyajian laporan laba/rugi bank antara lain wajib memuat secara rinci unsur pendapatan dan beban, unsur pendapatan dan beban harus dibedakan antara pendapatan beban yang berasal dari kegiatan operasional dan non operasional.
 Laporan Arus Kas
Laporan ini harus disusun berdasarkan kas selama periode laporan dan harus menunjukkan semua aspek penting dari kegiatan bank tanpa memandang apakah transaksi tersebut berpengaruh langsung padakas.

KINERJA
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI, 1996) Kinerja perusahaan dapat diukur dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan. Informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan di masa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerjadi masa depan dan hal-hal lain yang langsung menarik perhatian pemakai seperti pembayaran dividen, upah, pergerakan harga sekuritas dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo.
Dalam praktiknya tujuan penyajian laporan keuangan Bank yaitu untuk mendapatkan hasil-hasil yang berkaitan dengan tingkat efisien dan efektifitas Bank yang telah dicapai dalam satu periode waktu.
Selain itu laporan keuangan Bank ini juga berfungsi sebagai alat pertanggungjawaban manajemen baik kepada pemilik maupun otoritas moneter, serta untuk menjadi tolak ukur bagi para investor untuk menanamkan dananya pada Bank yang bersangkutan.
Oleh karena itu, laporan keuangan perlu diolah secara rinci dan teliti melalui metode analisis tertentu sehingga dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan dan kepentingan pihak lain yang berkepentingan.
Untuk melihat kinerja bank dalam diperlukan laporan keuangan bank yang rinci dan disertai dengan perhitungan analisa ratio keuangan berupa likuiditas, profitabilitas dan solvabilitas yang terutama didasarkan pada rasio-rasio keuangan kunci yang dihitung dari laporan keuangan Bank bulanan, triwulan, tengah tahun dan tahunan.

ANALISIS RASIO LIKUIDITAS
A. Pengertian Likuiditas
Dalam terminologi keuangan dan perbankan terdapat banyak pengertian mengenai likuiditas, beberapa diantaranya dapat disebutkan sebagai berikut :
“Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kemungkinan ditariknya deposito/ simpanan oleh deposan (penitip)”. Dengan kata lain, menurut definisi ini, suatu bank dikatakan likuid apabila dapat memenuhi kewajiban penarikan uang dari pada penitip dana maupun dari para peminjam/ debitur.
“Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban hutang- hutangya, dapat membayar kembali semua deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan para debitur tanpa terjadi penangguhan.”
Menurut pengertian ini bank dikatakan likuid apabila :
1. Bank tersebut memiliki cash assets sebesar kebutuhan yang akan digunakan untuk memenuhi likuiditasnya;
2. Bank tersebut memiliki cash assets yang lebih kecil dari yang tersebut diatas, tetapi yang bersangkutan juga memiliki asset lainnya (khususnya surat-surat berharga) yang dapat dicairkan sewaktu-waktu tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya;
3. Bank tersebut mempunyai kemampuan untuk menciptakan cash assets baru melalui berbagai bentuk hutang.

Dalam terminologi yang hampir sama, dapat disebutkan bahwa “ likuiditas adalah kemampuan bank untuk menyediakan saldo kas dan saldo harta likud yang lain untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, khususnya untuk :
1. Menutup jumlah reserves required;
2. Membayar chek, giro berbunga, tabungan dan deposito berjangka milik nasabah yang diuangkan kembali;
3. Menyediakan dana kredit yang diminta calon debitur sehat, sebagai bukti bahwa mereka tidak menyimpang dari kegiatan utama bank yaitu pemberian kredit;
4. Menutup berbagai macam kewajiban segera lainnya;
5. Menutup kebutuhan biaya operasional perusahaan.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan secara singkat bahwa likuiditas adalah kemampuan suatu bank atau suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Secara praktis, likuiditas suatu bank sering dikaitkan dengan jumlah dana pihak ketiga yang terdapat di bank tersebut pada waktu tertentu. Dalam hal ini, untuk kondisi indonesia, Pemerintah melalui Bank Sentral menetapkan kewajiban setiap bank untuk memelihara likuiditas wajib minimum sebesar 5% dari besarnya kewajiban terhadap pihak ketiga. Dalam hal ini, kewajiban kepada pihak ketiga.

Jenis dan Sumber Alat Likuid
Menurut terminologi yang berlaku umum dalam dunia perbankan, dapat disebutkan bahwa jenis-jenis alat likuid yang dimiliki oleh bank adalah :
1. Kas atau uang tunai (kertas dan logam) yang tersimpan dalam brankas (khasanah) bank tersebut;
2. Saldo dana milik bank tersebut yang terdapat pada Bank Sentral (Saldo Giro BI);
3. Tagihan atau deposito pada bank lain, termasuk bank koresponden;
4. Chek yang diterima, tetapi masih dalam proses penguangan pada Bank Sentraldan bank korespoden.
Dalam dunia perbankan, keempat jenis alat/ harta likuid tersebut sering disebut “posisi uang” (money position) bank yang bersangkutan pada saat tertentu. Adapun menurut sumbernya, suatu bank dapat memperoleh alat-alat likuid yang diperlukan tersebut diatas dari berbagai sumber, yaitu :

1. Asset bank yang akan segera jatuh tempo :
Kredit pinjaman kepada debitur atau cicilan pinjaman yang akan jatuh tempo dapat dianggap sebagai sumber lukiditas. Oleh karena itu, dalam kondisi kebijakan uang ketat, posisi likuiditas suatu bank akan rawan apabila keseluruhan portofolio kreditnya masuk kategori evergreen. Surat-surat berharga, instrumen pasar uang seperti Bank Acceptance, Sertifikat Bank Indonesia, dan sertifikat deposito pada Bank lain yang akan segera jatuh tempo, dapat pula dianggap sebagai sumber likuiditas dalam golongan ini.
2. Pasar Uang
Pasar uang adalah sumber likuiditas bank. Namun harus diakui bahwa tidak setiap bank mempunyai kemampuan untuk masuk ke pasar uang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh besarnya suatu bank dan persepsi pasar uang atas Credit Worthiness bank tersebut. Dalam hal ini, para investor yang meminjamkan uangnya ke bank akan melakukan analisa yang mendalam dan selektif terhadap tingkat dan konsistensi perkembangan pendapatan bank, kualitas asset, reputasi kesehatan
manajemen, dan kekuatan modal bank.
3. Sindikasi kredit
Pembentukan sindikasi kredit, selain bertujuan menyiasati legal lending limit (3L) dan menyebarkan risiko, juga bertujuan untuk menjalin hubungan dengan bank- bank lain. Dengan demikian, ketika mengalami kesulitan lukiditas makan bank tersebut dapat menyidikasi sebagian portofolio kreditnya kepada bank lain untuk mengatasi masalah tersebut.
4. Cadangan lukuiditas
Khusunya bank yang tidak dapat segera memperoleh dana pada saat diperlukan, bank tersebut biasanya membentuk cadangan likuiditas. Cadangan likuiditas biasanya dibentuk dengan cara memelihara saldo Kas dan Giro BI pada batas maksimal yang diperbolehkan.
5. Sumber dana yang sifatnya Last Resort
Salah satu sumber likuiditas yang sifatnya last resort, yang umum digunakan oleh kebanyakan bank adalah fasilitas line of credit dari bank lain.
Bank yang menjalin hubungan koresponden dengan bank lain kemungkinan dapat meminta fasilitas stand by line of credit dari bank korespondennya tersebut. Selain itu, Bank Sentral bertindak sebagai leader of last resort untuk dunia perbankan atau lembaga keuangan bukan bank. Namun bantuan dana dari bank sentral biasanya baru akan dimanfaatkan oleh bank yang kesulitan likuiditas apabila sumber-sumber likuiditas lainnya tidak cukup untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang dialaminya.
Secara akuntansi perbankan, jenis-jenis alat likuid dan sasaran penggunaannya untuk memenuhi kewajiban pihak ketiga selalu termuat dalam laporan keuangan bank bersangkutan secara periodik, baik harian, bulanan maupun tahunan.
Jika dilakukan klasifikasi jenis alat likuid menurut post pembukuan dalam necara, alat likuid yang dimasukkan kedalam pos-pos tertentu ini adalah saldo masing-masing jenis alat likuid pada tanggal terakhir pada masa laporan likuiditas.Dalam hal ini, jenis alat likuid dimasukkan pada pos-pos aktiva, sedangkan kewajiban-kewajiban kepada pihak ketiga yang harus ditutup dengan alat likuid tersebut dimasukkan pada pos-pos pasiva. Klasifikasi masing-masing pos tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
I. Aktiva
1. Kas, yang dimasukkan kedalam pos ini adalah uang kartal yang ada dalam kas berupa uang kertas, uang logam dan commemorative coin yang dikeluarkan oleh Bank Sentral (Bank Indonesia) menurut nilai nominal dan menjadi alat pembayaran yang sah di Indonesia.
2. Bank Indonesia, yaitu semua simpanan/tagihan bank bersangkutan dalam Rupiah kepada Bank Indonesia, seperti saldo giro BI dan lainnya.
3. Surat-surat berharga dan tagihan lainnya. Yang termasuk golongan ini adalah surat-surat berharga dalam rupiah yang dibeli atau dimiliki oleh bank bersangkutan, seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Saham, Obligasi dan bukti tagihan lainnya yang berlum diuangkan, termasuk tagihan
yang timbul karena akseptasi wesel dan penjualan SBPU.
4. Antar Bank Aktiva, yaitu semua jenis simpanan dan tagihan bank bersangkutan kepada Bank atau lembaga keuangan bukan bank (LKBB) lainnya di Indonesia, seperti Giro, Call Money, surat berharga, deposit on call, deposito berjangka,
sertifikat deposito, pinjaman yang diberikan, pembiayaan bersama, penyertaan, dana pelunasan obligasi dan lain-lain.
5. Kredit yang diberikan, yaitu semua realisasi pemberian pinjaman/ kredit dalam rupiah yang diberikan oleh bank yang bersangkutan kepada pihak ketiga bukan bank, termasuk pinjaman kepada pegawai bank itu sendiri. Termasuk dalam pos ini adalah kartu kredit dan fasilitas cerukan (overdraft).
II. Pasiva
1. Giro, yaitu simpanan-simpanan dalam rupiah oleh pihak ketiga bukan bank, yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan.
2. Simpanan berjangka, yaitu simpanan dalam bentuk deposito berjangka, deposito asuransi dan deposit on call dalam rupiah pihak ketiga bukan bank, yang penarikannya dapat dilakukan menurut suatu jangka waktu tertentu yang disepakati.
3. Tabungan, yaitu simpanan dalam rupiah ketiga bukan bank, yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan cara tertentu, misalnya dengan menggunakan buku tabungan, slip penarikan (bukan cek) dan kartu ATM.
4. Antar Bank Pasiva, yaitu semua jenis kewajiban bank bersangkutan dalam mata uang rupiah kepada bank atau LKBB lainnya, seperti giro, call money, surat berharga, deposit on call, deposito berjangka, pinjaman yang diterima, pembiayaan bersama dan lainnya.
5. Kewajiban lainnya yang segera jatuh tempo, yaitu semua kewajiban dalam rupiah yang setiap dapat ditagih oleh pemiliknya dan harus segera dibayar, misalnya kiriman uang.
C. Prinsip-prinsip Pengelolaan Likuiditas
Metode dan cara pengelolaan likuiditas yang diterapkan oleh masing-masing bank secara praktis akan saling berbeda, tergantung kepada metode manajemen dana yang diterapkan dan garis kebijakan dalam pengelolaan likuiditas. Namun demikian, terdapat kesamaan dalam prinsip-prinsip mendasar yang menjadi bingkai (frame work) pengelolaan likuiditas.
Pengelolaan likuiditas harus dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang ada. Oleh karena itu dalam pengelolaan likuiditas bank perlu diperhatikan beberapa prinsip pengelolaan likuiditas yaitu :
1. Bank harus memiliki sumber dana inti (core source of fund) yang sesuai dengan sifat bank yang bersangkutan maupun pasar uang dan sumber dana yang ada dimasyarakat, serta yang cocok pula dengan mekanisme pengumpulan dana yang berlaku ditempat bank tersebut berada.
2. Bank harus mengelola sumber-sumber dana maupun penempatan dengan hati-hati. Oleh karena itu harus diperhatikan komposisi sumber dana jatuh waktu berdasarkan jumlah masing-masing komposisi, tingkat suku bunga, faktor-faktor kesulitan dalam pengumpulan dana, produk-produk dana yang dimiliki dan sebagainya.
3. Bank harus diperhatikan different price for different customer didalam penempatan dananya. Dan price (tingkat suku bunga) tersebut harus diatas tingkat suku bunga dana yang dipakainya, atau dengan kata lain, tingkat suku bunga atas penempatan dana tersebut harus bersifat floating.
4. Bank harus menaruh perhatian terhadap umur sumber dananya kapan akan jatuh waktu, jangan sampai terjadi maturity gap dengan penempatannya (placement). Oleh karena itu perlu diperhatikan prinsip pemenuhan kebutuhan dana yang sering menjadi acuan, yaitu :
a. Kebutuhan dana jangka pendek harus dipenuhi dengan sumber-sumber dana jangka pendek.
b. Kebutuhan dana jangka panjang harus dipenuhi dengan sumber-sumber dana jangka panjang.
5. Bank harus waspada bahwa tingkat suku bunga dana tersebut selalu berfluktuasi, naik turun dengan gerak yang sukar ditebak sebelumnya (volatile).
Oleh karena itu, agar bank tidak kehilangan sumber dananya karena nasabah pindah ke bank lain maka bank harus memiliki pricing policy yang baik, disamping harus mempunyai marketing strategy yang minimal mencakup strategi dibidang :
a. Product Quality;
b. Product Placement;
c. Promotion;
d. Product Pricing;
e. Power;
f.Public Relation.
6. Bank harus secara terkoordinasikan apabila akan menanamkan sumber-sumber dananya keaktiva. Sesuai ketentuan perbankan yang ada saat ini, ekspansi aktiva suatu bank akan dibatasi oleh faktor-faktor :
a. Aktiva tertimbang menurut risiko (Risk Weighted Asset).
b. Capital Adequanty Ratio (CAR)
c. Net Open Position (NOP)
d. Loan to Deposit Ratio (LDR)
e. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau Legal Lending Limit.
f.Persentase Kredit Usaha Kecil (KUK) harus lebih besar dari 20%.
D. Tujuan dan Manfaat Pengelolaan Likuiditas.
Pengelolaan likuiditas merupakan faktor yang sangat penting dalam operasional perbankan, bahkan sangat menentukan bagi kemampuan suatu nak untuk bertahan dan berkembang dalam persaingan usaha yang makin kompetitif. Tujuan dan manfaat dari pengelolaan likuiditas suatu bank secara garis besar adalah :
1. Untuk menurunkan serendah mungkin biaya dana, hal ini dapat dilakukan dengan cara memilih komposisi sumber dana yang akan memberikan biaya yang paling rendah. Beberapa alternatif yang tersedia adalah :
a. Dari dari dalam negeri versus dana luar negeri, atau dana rupiah versus dana valuta asing.
b. Dana-dana jangka pendek versus dana-dana jangka panjang, atau dana dari pasar uang (money market) versus obligasi ataupun deposito jangka panjang.
c. Dana sendiri (modal) versus dan dari pihak ketiga, atau dana dengan biaya deviden versus dana dengan biaya bunga.
2. Untuk memenuhi ketentuan sumber dana yang diperlukan bank di dalam pemberian kredit, penanaman dana dalam valuta asing, penanaman dana dalam surat-surat berharga, dan penanaman dana dalam aktiva tetap maupun untuk memenuhi kebutuhan modal sehari-hari.
3. Untuk memenuhi kebutuhan bank terhadap ketentuan-ketentuan otoritas moneter (bank sentral) di dalam menjaga likuiditas minimum, misalnya untuk memenuhi legal reserve requirement, dan untuk memenuhi standar loan to deposit ratio yang sehat.
E. Metode dan Pendekatan dalam Pengelolaan Likuiditas Bank.
Secara umum, metode yang digunakan oleh management perbankan dalam menetapkan policy likuiditasnya berbeda antara suatu bank dengan bank lainnya, yang sangat dipengaruhi oleh pertimbangan kehati-hatian (prudential) maupun tujuan pencapaian pendapatan optimal. Pendekan yang dapat ditempuh oleh management bank dalam menetapkan policy likuiditasnya secara umum dapat dibagi menjadi lima pendekatan, yaitu :
1. Self liquiditing approach. Yaitu pendekatan peningkatan likuiditas bank melalui peningkatan pembayaran kembali kredit dan penanaman dalam surat-sruat berharga, sesuai dengan tanggal jatuh temponya. Dengan cara demikian aktiva-aktiva tersebut dapat digunakan sebagai alat likuid, khususnya untuk membiayai permintaan kredit baru ataupun diinvestasikan kembali dalam surat-surat berharga.
2. Asset Sale Ability atau Asset Shift Ability, yaitu meningkatkan likuiditas dengan cara melakukan likuidasi (penjualan) terhadap asset-asset lainnya yang tidak priduktif.
3. New Fund, yaitu meningkatkan likuiditas dengan menciptakan sumber-sumber dana yang baru, baik dari masyarakat maupun dari dunia perbankan, misalnya menciptakan Traveller Check, Credit Card, deposito-deposito berjangka dan lain-lain.
4. Borrowers Earning Flow, yaitu meningkatkan likuiditas melalui usaha yang lebih
giat dalam menjaga kelancaran penerimaan angsuran dan bunga dari kredit yang
diberikannya.
5. Reserve Discount Window to Central Bank As lender of Last Resort, yaitu meningkatkan likuiditas dengan jalan mengadakan pinjaman kepada Bank Sentral sebagai pemberi pinjaman yang terakhir. Sebelum menentukan pilihan tentang pendekatan mana yang akan ditempun dalam kebijakan likuiditas suatu bank, managemen bank sebaiknya melakukan analisis yang dikenal dengan istilah A Three – Step Liquidity Planning and Analysis System, sebagai berikut :
1. Langkah pertama – klasifikasi leabilities dan Capital apakah tergolong sebagai sumber dana yang Reliable (dapat diandalkan) ataukah Volatile (mudah menguap).
2. Langkah kedua – Klasifikasikan assets apakah sebagai alat yang likuid atau tidak likuid.
3. Langkah ketiga – bandingkan volume asset likuid dengan volume dan yang volatile.Perbandingan maksimum adalah 1,0 karena pada posisi ini akan dicapai apa yang disebut balance liquidity position, yaitu keadaan dimana permintaan alat-alat likuid sama besarnya dengan alat likuid yang tersedia pada bank.
F. Alat-Alat Pengukuran Likuiditas
Secara akuntansi keuangan atau perbankan, perhitungan atau pengukuran likuiditas dapat dilakukan melalui perhitungan ratio yang menggambarkan hubungan timbal balik antara asset dengan liabilities.

Cash Ratio (CR)
Cash ratio digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan nasabah pada saat ditarik dengan menggunakan alat-alat likuid yang dimilikinya.
RUMUS
CR = Alat likuid x 100%
Kewajiban yang harus segera dibayar

Alat likuid : uang kas di Bank dan Rekening giro yang disimpan di Bank Indonesia
b. Reserve Requirement (Likuiditas Wajib Minimum)
Adalah ketentuan bagi setiap bank umum untuk menyisihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum yang berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia. Besarnya RR telah mengalami perubahan sebagai berikut :
a. Sebelum Pakto 88 sebesar 10%
b. Sebelum Pakto 88 sebesar 2%
c. Sebelum Pakto 1996 sebesar 3%
d. Sejak tahun 1997 sebesar 5%
Komponen dana pihak ketiga terdiri dari :
• Giro
• Deposito berjangka
• Sertifikat deposito
• Tabungan
• Kewajiban jangka pendek lainnya
c. Loan to Deposit Ratio (LDR)
Menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dan yang dilakukan nasabah dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya
Loan to deposit Ratio adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber. Semakin tinggi rasio tersebut maka semkin rendah likuiditas bank tersebut.

RUMUS LDR = Jumlah kredit yang diberikan x 100%
Total dana Pihak Ketiga + Modal Inti
d. Loan to Asset Ratio
Merupakan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total asset yang dimiliki bank.
RUMUS
LAR = Jumlah kredit yang diberikan x 100%
Jumlah Assets

Semakin tinggi rasio ini maka tingkat likuiditasnya rendah karena jumlah asset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya makin besar.

2.2 ANALISIS RASIO PROFITABILITAS
Alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan.
a. Return On asset
Return on asset digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan.

ROA = Laba Bersih x 100%
Total Assets
Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar tingkat keuntungan bank dan semakin baik pula posisi bank dari segi penggunaan assets.

b. Return On Equity
Return On Equity digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh keuntungan bersih yang berkaitan dikaitkan dengan pembayaran deviden
RUMUS
ROE = Laba Bersih x 100%
Modal Sendiri
Semakin besar rasio ini maka semakin besar kenaikan laba bersih bank yang bersangkutan, selanjutnya akan menaikan harga saham bank dan semakin besar pula dividen yang diterima investor.
c. Rasio Biaya Operasional
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank melakukan kegiatan operasinya.

RUMUS
OCR = Biaya Operasional x 100%
Pendapatan Operasional
– Biaya operasional diperoleh dari COLF (Cost of Loanable Fund)
– Pendapatan operasional diperoleh dari jasa pemberian kredit bank (bunga pinjaman, appraisal fee, supervision fee, commitment fee, sindication fee)

d. Net Profit Margin Ratio
Rasio ini menggambarkan tingkat keuntungan yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya.
RUMUS
NPM = Laba Bersih x 100%
Pendapatan Operasional

Pendapatan operasional berasal dari pemberian kredit dengan resiko kredit macet, selisih kurs valas jika kredit dalam valas.

ANALISIS RASIO SOLVABILITAS
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewjiban jika terjadi likuidasi bank.
a. Capital Adequacy Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko, misalnya kredit yang diberikan.
RUMUS
CAR = Modal Bank x 100%
Aktiva tertimbang menurut resiko

– Modal inti : Modal disetor, cadangan, laba ditahan, agio saham dan lain-lain.
– Modal Pelengkap : berasal dari cadangan revaluasi aktiva tetap (selisih penilaian kembali aktiva tetap dengan persetujuan dirjen pajak), cadangan penghapusan aktiva yangdiklasifikasikan (cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laporan R/L tahun berjalan), modal kuasi/capital instrument (warkat yang memiliki sifat seperti modal), pinjaman subordinasi (pinjaman antar bankdengan persetujuan BI dengan jangka waktu minimal 5 tahun dan bila pelunasan sebelum jatuh tempo harus persetujuan BI).
b. Debt to Equity Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank untuk menutup sebagian atau seluruh hutang-hutangnya dengan dana yang berasal dari modal sendiri.
RUMUS
DTE = Jumlah Hutang x 100%
Jumlah Modal Sendiri
Semakin tinggi rasio ini, maka semakin kecil kemampuan membayar hutangnya dari modal sendiri.
c. Long Term Debt to Assets Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai seluruh aktiva bank yang dibiayai atau dananya diperoleh dari sumber hutang jangka panjangnya.
RUMUS
LTDTA = Hutang Jangka Panjang x 100%
Total Assets

– Hutang Jangka Panjang berasal dari dana pinjaman dari bank lain, simpanan masyarakat diatas 1 tahun, pinjaman luar negri, investasi dari investor.
– Semakin besar rasio ini, maka semakin kecil kemampuan untuk membayar hutang dari aktiva.

SUMBER:   

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/05/bank-4/

Rasio Kecukupan Modal (CAR) adalah rasio yang regulator dalam sistem perbankan gunakan untuk melihat kesehatan bank, khusus modal bank untuk risiko. Regulator dalam sistem perbankan lagu CAR suatu bank untuk memastikan bahwa hal itu dapat menyerap jumlah yang wajar kerugian.

Regulator di sebagian besar negara menetapkan dan memantau CAR untuk melindungi nasabah, sehingga mempertahankan kepercayaan terhadap sistem perbankan.

Rasio kecukupan modal adalah rasio yang menentukan kapasitas bank dalam hal memenuhi kewajiban waktu dan risiko lain seperti risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, dan lain-lain. Ini adalah ukuran dari berapa modal digunakan untuk membiayai aktiva risiko bank.

Modal Bank sehubungan dengan risiko bank adalah rumusan yang paling sederhana, modal bank adalah “bantal” untuk potensi kerugian, yang melindungi nasabah bank atau pemberi pinjaman lain.
Bagaimana rasio kecukupan modal CAR dihitung?

Rasio ini dihitung dengan membagi inti 1 +inti 2 modal dengan aset tertimbang menurut risiko.

CAR = Modal / Kerugian

= baris 1 + baris 2 . modal

    Aktiva Tertimbang Menurut Risiko * 8%

Dua jenis modal diukur untuk perhitungan ini. Tier satu modal adalah modal dalam neraca bank yang dapat menyerap kerugian tanpa bank dituntut untuk berhenti berdagang.

Baris dua modal dapat menyerap kerugian dalam hal suatu lilitan-up dan sehingga menyediakan tingkat yang lebih rendah perlindungan terhadap deposan.

Apakah nilai-nilai apakah Rasio Kecukupan Modal CAR dapat mengambil?

Standar minimum yang ditetapkan oleh Bank for International Settlements (BIS) adalah 8% (terdiri dari 4% masing-masing dari baris 1 dan baris 2 modal).

CAR minimum Singapura lebih ketat diatur secara default sebesar 12% (terdiri dari 8% dan 4% baris1 baris 2).

Keuntungan menggunakan Rasio Kecukupan Modal CAR:

Pada tahap awal implementasi Basel, kecukupan modal bank dihitung sebagai rasio aktiva kali. Pendekatan ini tidak mengambil profil risiko aset ke rekening. Jelas bahwa bank harus menjaga modal dalam cadangan untuk aset berisiko.

Karena berbagai jenis aset memiliki profil risiko yang berbeda, CAR terutama menyesuaikan untuk aktiva yang kurang berisiko dengan memungkinkan bank untuk “diskon” aset berisiko rendah. Jadi, misalnya, pada aplikasi yang paling dasar, utang pemerintah diperbolehkan% 0 “bobot risiko”. Ini juga berarti bahwa utang pemerintah dikurangi dari jumlah aktiva untuk tujuan perhitungan CAR.

Di sisi lain, investasi dalam tahap junior instuments dijamin dengan subprime mortgage sangat beresiko, dan akan diberikan bobot risiko 100%.
Nama lainnya yang terkait dengan rasio kecukupan modal CAR

Rasio kecukupan modal (CAR) sering juga disebut Modal untuk Risiko (Tertimbang) Aktiva Rasio (CRAR).

Rincian lainnya yang terkait dengan rasio kecukupan modal CAR

Baris1 Capital: Ini adalah inti modal bank yang terdiri dari modal saham, diungkapkan cadangan dan kepentingan minoritas. Beberapa lembaga memperluas definisi ini dapat mencakup bentuk terbatas dari “ekuitas-seperti ” instrumen modal.

Baris2 Capital: Modal ini termasuk tambahan yang terdiri dari cadangan kerugian kredit umum dan cadangan penilaian kembali investasi dan properti dimiliki untuk tujuan investasi.

Upper Baris 2 Capital: ini lebih ketat daripada yang didefinisikan dalam standar BIS. Modal ini termasuk dana dari hibrida dan lama-tanggal instrumen hutang subordinasi yang memenuhi kondisi MAS dan sebagian terbatas terbebani ketentuan perbankan umum. Surplus Revaluasi kepemilikan bank di properti dan ekuitas yang tidak diperbolehkan. Hutang subordinasi Konvensional atau instrumen hutang jangka pendek Tier3 juga tidak diperbolehkan.

Aktiva Tertimbang Menurut Risiko: Ini termasuk jumlah aset yang dimiliki. Nilai aset masing-masing diberi bobot risiko (misalnya 100% untuk kredit korporasi dan 50% untuk kredit KPR) dan jumlah kredit yang setara dengan semua kegiatan di luar neraca. Setiap jumlah kredit setara juga diberi bobot risiko.

SUMBER :  http://www.maxi-pedia.com/capital+adequacy+ratio+CAR

Rasio Likuiditas yg sering digunakan untuk menilai kinerja suatu bank antara lain::

a. Cash Ratio ( CR )

b. Reserve Requirement ( RR )

c. Loan to deposit ratio ( LDR )

d. Loan to asset ratio ( LAR )

e. Rasio kewajiban bersih Call Money ( NCM )

LOAN TO DEPOSIT RATIO

Menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan nasabah dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Rasio antara seluruh jml. Kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Semakin tinggi rasio tsb, maka makin rendah likuiditas bank tsb.
RUMUS:
   

LDR   = Juml. Kredit yang diberikan                  x 100%

Total danaPihakKetiga + KLBI + Modal Inti

SUMBER: http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=10&ved=0CFYQFjAJ&url=http%3A%2F%2Fpeni.staff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F5770%2FANALISA%2BKINERJA%2BBANK_present.ppt&rct=j&q=pengertian%20Loan%20to%20deposit%20ratio%20%28LDR%29&ei=ml7fTa3cJY2srAfmvdWNDw&usg=AFQjCNHUE3gV233N1EqoL6JIHeUsUhb4Eg&cad=rja

Bank adalah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial intermediary yang berarti menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat ke dalam bentuk pinjaman. Dilihat dari struktur aset bank, kredit atau pinjaman merupakan aktiva produktif terbesar sehingga pendapatan bunga yang diperoleh bank dari penyaluran kredit ini merupakan pendapatan terbesar yang diperoleh bank. Tapi karena sumber dana utama yang digunakan untuk membiayai penyaluran kredit tersebut berasal dana pihak ketiga maka besarnya pendapatan bunga tersebut akan diikuti pula dengan besarnya beban bunga yang harus dibayar kepada nasabah. Oleh karena itu pihak bank harus dapat menentukan besarnya tingkat bunga yang paling efektif sehingga kredit yang disalurkan dapat menghasilkan laba yang sebesar-besarnya. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan dan seberapa besar pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Profitabilitas Bank yang dinyatakan dengan Return on Asset (ROA). Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode asosiatif dengan pendekatan survei. Sementara untuk menganalisis data, digunakan pendekatan kuantitatif, yaitu dengan teknik analisis korelasi dan analisis regresi linier sederhana sebagai alat bantu perhitungannya. Sampel penelitian adalah 5 bank go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), dengan data penelitian berasal dari laporan keuangan masing-masing bank pada periode tahun 2004-2006. Dari hasil penelitian, diperoleh persamaan regresi yaitu : Y = 0,481 + 0,056 X. Persamaan tersebut mengandung pengertian bahwa, pada saat tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 0%, maka profitabilitas bank adalah sebesar 0,481%. Kemudian setiap terjadi perubahan tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 1% akan menyebabkan peningkatan profitabilitas bank sebesar 0,056%. Kemudian dari perhitungan analisis korelasi didapat nilai korelasi ( r ) positif sebesar 0,808. Hal ini mengandung arti bahwa apabila Loan to Deposit Ratio (LDR) meningkat, maka profitabilitas bank juga ikut meningkat. Nilai 0,808 menunjukkan keeratan hubungan yang sangat kuat antara variabel X dengan variabel Y. Kemudian dari hasil perhitungan koefisien determinasi ( r2 ) didapat nilai sebesar 65,28%, atau dengan kata lain tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh sebesar 65,28% terhadap tingkat profitabilitas bank. Dari hasil uji statistik t didapat nilai t hitung sebesar 4,945 dan t tabel ( α = 0,05, df = n-2 ) sebesar 2,160. Dengan demikian nilai t hitung lebih besar dibandingkan dengan t tabel. Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga hipotesis yang diajukan bahwa tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Profitabilitas Bank dapat diterima. Setelah mengamati dan menganalisa hasil penelitian, penulis melihat terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan masukan bagi praktisi dan pengguna jasa industri perbankan, yaitu dengan lebih meningkatkan lagi kualitas penyaluran kreditnya dengan lebih aktif menyalurkan dana kepada masyarakat sampai pada batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar 85%-110%. Hal ini disarankan oleh karena hasil yang dicapai oleh masing-masing bank masih di bawah standar tersebut. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah antara lain dengan mempermudah syarat pengajuan kartu kredit, kredit kepemilikan rumah dan pemberian pinjaman pada pengusaha. Dan untuk dapat meningkatkan profitabilitas bank, sebaiknya bank dapat membuat kebijakan operasi dan portfolio investasi yang baik, sehingga dapat menekan idle money yang ada pada bank.

SUMBER :  http://edywidianto.blogspot.com/2011/04/loan-to-deposite-ratio-ldr.html

Dalam perbankan modern, cadangan bank diadakan baik sebagai kas atau sebagai deposito dengan bank sentral. Seorang bankir bijaksana, hanya peduli dengan meyakinkan pelanggan bahwa bank memiliki cukup uang untuk transaksi sehari-hari, mungkin memilih untuk tetap hanya 5 persen dari deposito bank check in cadangan. Pada kenyataannya, bank hari menyisihkan sekitar 10 persen dari simpanan mereka memeriksa dalam cadangan. Ini diadakan secara tunai atau deposito dengan bank sentral kami, Federal Reserve System, yang sering disebut The Fed.

Cadangan sangat tinggi karena semua lembaga keuangan yang diwajibkan oleh peraturan hukum dan Federal Reserve untuk menjaga bagian deposito mereka sebagai cadangan. Persyaratan Reserve berlaku untuk semua jenis pemeriksaan dan tabungan deposito. Independen kebutuhan sebenarnya untuk kas.

Bank cadangan disimpan di atas tingkat komersial bijaksana karena persyaratan cadangan wajib. Fungsi utama dari persyaratan cadangan wajib adalah untuk mengaktifkan Federal Reserve untuk mengontrol jumlah simpanan memeriksa bahwa bank-bank dapat menciptakan. Dengan memberlakukan persyaratan tetap tinggi cadangan wajib, Fed dapat lebih mengontrol jumlah uang beredar.

SUMBER: http://www.blurtit.com/q761193.html

The Primary Purpose of a Legal Reserve

Didirikan oleh Kongres pada tahun 1913, Federal Reserve System adalah bank sentral dari Amerika Serikat. Sistem ini terdiri dari Dewan Gubernur, selusin Federal Reserve Bank dan bank afiliasi. fungsi Federal Reserve meliputi penentuan kebijakan moneter, penyediaan jasa keuangan kepada lembaga penyimpanan dan pengaturan jumlah uang beredar bangsa dan sistem perbankan. Di antara tanggung jawabnya adalah penentuan persyaratan cadangan untuk bank.

Cadangan Wajib

Menurut Congressional Research Service, lembaga keuangan yang mengambil giro diwajibkan bawah Federal Reserve Act of 1913 untuk menyisihkan cadangan – aset yang aman dan aman – dalam fraksi tertentu terhadap deposito. Awalnya, persyaratan ini dimaksudkan untuk menjamin likuiditas selama periode strain keuangan dan untuk meminimalkan efek domino dari bank berjalan pada bank lain. Sebagai lender of last resort, Federal Reserve karena itu diciptakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas untuk sistem perbankan selama waktu tersebut.
Hukum Reserve Tidak Penjamin yang

Fungsi utama dari persyaratan cadangan wajib adalah untuk mencegah lembaga penyimpanan dari pinjaman lebih dari cadangan mereka daripada yang bijaksana dan dengan demikian membahayakan solvabilitas, serta simpanan nasabah. Sementara Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) simpanan nasabah perlindungan, negara bagian dan federal pemeriksaan memastikan bahwa bank-bank tetap pelarut.
Instrumen Kebijakan Moneter

Sebagai sistem keuangan telah berkembang selama 100 tahun terakhir, alasan di balik persyaratan cadangan telah berubah dari menyediakan sumber jaminan likuiditas pada saat krisis untuk melayani sebagai alat bantu dari kebijakan moneter oleh Federal Reserve, laporan Stuart E. Weiner Bank Federal Reserve Kota Kansas. Dengan mengatur fraksi aktiva lancar bahwa bank harus memegang cadangan, Federal Reserve mengelola jumlah uang beredar bangsa. Sementara kenaikan persyaratan cadangan akan membatasi jumlah uang beredar, persyaratan yang lebih rendah akan memiliki efek sebaliknya. Dalam praktek dunia nyata, Dewan Gubernur jarang perubahan ketentuan cadangan wajib minimum. Bahkan penyesuaian wee dalam cadangan dapat memiliki dampak, tidak disengaja luas pada sistem perbankan.
Operasi Pasar Terbuka

Membeli dan menjual surat berharga pemerintah di pasar sekunder oleh Federal Reserve dikenal sebagai operasi pasar terbuka. Pembelian efek meningkatkan jumlah uang beredar dan memudahkan ketersediaan kredit. Penjualan efek memiliki efek sebaliknya. Dengan menggunakan persyaratan cadangan untuk menjamin permintaan diprediksi dan dapat diandalkan untuk cadangan, Federal Reserve lebih baik tidak hanya mampu mengelola kondisi pasar, tetapi juga membatasi gangguan di pasar uang, menurut Joshua N. Feinman, dari Federal Reserve Board Divisi Urusan Moneter.
Biaya untuk Industri Swasta

Proporsi deposito yang dimiliki oleh bank dalam cadangan sebagai saldo cadangan non-bunga-bearing dengan Federal Reserve atau vault tunai membebankan biaya yang sama dengan nilai bunga yang terdahulu. Sementara Federal Reserve Board telah mendukung undang-undang yang diusulkan yang akan membayar bunga atas saldo cadangan, oposisi telah menekankan bahwa tindakan tersebut akan berpengaruh negatif pendapatan Treasury.

SUMBER: http://www.ehow.com/about_6385494_primary-purpose-legal-reserve.html

Legal Reserve Requirement (LRR)/ cadangan wajib
KEBIJAKAN MONETER

1. Definisi Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah Regulasi jumlah uang yang beredar dan tingkat suku bunga oleh bank sentral untuk mengendalikan inflasi dan menstabilkan mata uang. Jika ekonomi sedang memanas, bank sentral (seperti (BI) Bank Indonesia) dapat menarik uang dari sistem perbankan, menaikkan persyaratan cadangan atau menaikkan tingkat diskonto untuk membuatnya dingin. Jika pertumbuhan sedang melambat, dapat membalikkan proses – meningkatkan jumlah uang beredar, menurunkan kebutuhan cadangan dan menurunkan tingkat diskonto. Kebijakan moneter mempengaruhi suku bunga dan jumlah uang beredar.

2. Macam-macam Kebijakan Moneter
Berdasarkan jenisnya, Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)

3. Jenis-Jenis Instrumen Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
* jumlah uang berdar (Ms) diytentukan oleh dua factor, yaitu:
a. Besarnya jumlah uang inti (H) yang tersedia.
b. Besar4nya koefisien pelipat uang,.
* besarnya uang inti di pengaruhi oleh empat factor, yaitu:
a. Keadaan neraca pembayaran (surplus dan deficit).
b. Keadaan APBN (surplus dan degisit)
c. Perubahan kredit langsung Bank Indonesia.
d. Perubahan keredit likuiditas bank Indonesia

SUMBER : http://ricojacson.wordpress.com/

Travelers Cheque

Travelers Cheque
Traveller Cheque (TC) adalah cheque yang diterbitkan oleh bank atau lembaga keuangan non bank yang berwenang dalam bentuk pecahan tertentu untuk dipergunakan dalam perjalanan didalam maupun diluar negeri .

Keuntungan TC :

1. Lebih aman daripada uang tunai karena pada saat pencairan, pemilik TC harus melakukan tandatangan di depan counter kembali dan harus sama seperti tandatangan yang pertama pada saat pembelian TC tersebut dan dapat diberikan refund (penggantian ) kepada pemilik kalau terjadi kehilangan / tercuri / rusak.
2. Masa berlakunya tidak terbatas.
3. Dapat dicairkan atau ditukar langsung ke dalam mata uang negara yang bersangkutan, yang ada hubungannya dengan Bank yang mengeluarkan TC tersebut
4. Sebagai pengganti uang tunai untuk melakukan pembayaran-pembayaran dalam travel / perjalanan anda.
Bank Panin melayani penjualan TC yang diterbitkan oleh American Express (Amex) Bank dalam mata uang dan pecahan :
Mata Uang Pecahan
AUD AUD50, AUD100, AUD200
USD USD50, USD100, USD500
JPY JPY10,000, JPY20,000, JPY50,000
EUR EUR50, EUR100, EUR200

      SUMBER:

      http://www.panin.co.id/content.asp?db=1&idm=a&idsm=1&id=77

Travelers Cheque (juga cek perjalanan, pelancong cek, cek perjalanan atau cek perjalanan) adalah, cetakan tetap-nilai cek dirancang untuk memungkinkan orang yang menandatangani untuk melakukan pembayaran tanpa syarat kepada orang lain sebagai hasil dari setelah membayar penerbit untuk itu hak istimewa.

Sebagai cek perjalanan biasanya dapat diganti jika hilang atau dicuri (jika pemilik masih memiliki penerimaan diterbitkan dengan pembelian pemeriksaan menunjukkan nomor seri dialokasikan), mereka sering digunakan oleh orang-orang berlibur di tempat uang.

cek Traveler’s tersedia dalam beberapa mata uang seperti dolar AS, dolar Kanada, Pounds sterling, yen Jepang, China Yuan dan Euro; denominasi biasanya adalah 20, 50, atau 100 (x 100 untuk Yen) dari mata uang apa pun, dan biasanya dijual di bantalan lima atau sepuluh cek, misalnya, 5 x € 20 untuk € 100. Traveler’s cek tidak berakhir, pemeriksaan sehingga tidak digunakan dapat disimpan oleh pembeli untuk menghabiskan setiap waktu di masa depan. Pembeli pasokan cek perjalanan efektif memberikan pinjaman bebas bunga kepada penerbit, yang mengapa adalah umum bagi bank untuk menjual mereka “komisi bebas” untuk pelanggan mereka. Komisi, dimana dibebankan, biasanya 1-2% dari nilai nominal seluruhnya dijual.

Pada tahun 2005, American Express merilis Travelers Cheque American Express Card, kartu disimpan-nilai yang melayani tujuan yang sama seperti traveler’s check, tetapi dapat digunakan di toko-toko seperti kartu kredit. Bagaimanapun dihentikan kartu pada bulan Oktober 2007. Sejumlah perusahaan keuangan lainnya pergi ke isu yang disimpan-nilai atau kartu debit prabayar yang mengandung beberapa mata uang yang dapat digunakan seperti kartu kredit atau debet di toko-toko dan di ATM, meniru periksa perjalanan dalam bentuk elektronik. Salah satu contoh utama adalah kartu Visa TravelMoney

Traveler’s cek pertama kali diterbitkan pada tanggal 1 Januari 1772 oleh London Kredit Kurs Perusahaan untuk digunakan dalam sembilan puluh kota-kota Eropa,  dan pada tahun 1874 Thomas Cook menerbitkan ‘catatan edaran’ yang beroperasi dengan cara cek perjalanan.

American Express adalah perusahaan pertama yang mengembangkan sistem check traveler skala besar di tahun 1891,  dan masih merupakan penerbit terbesar cek perjalanan hari ini dengan volume.

American Express pengantar tentang cek perjalanan secara tradisional dihubungkan dengan karyawan Marcellus Flemming Berry, setelah perusahaan JC presiden Fargo memiliki masalah di kota-kota Eropa kecil memperoleh dana dengan letter of credit.

Istilah hukum bagi para pihak untuk traveler’s check adalah obligor atau penerbit, organisasi yang menghasilkan itu, agen, bank atau tempat lain yang menjualnya, sedangkan pembeli, orang alami yang membeli, dan penerima pembayaran, entitas untuk siapa pembeli menulis centang untuk barang dan / atau jasa. Untuk tujuan clearance, obligor yang baik pembuat dan drawee.

SUMBER:

http://en.wikipedia.org/wiki/Traveler%27s_cheque